Senin, 21 Juli 2014

ferrari

proses penulisan.
Kejadian yang menimpa Diny, Shinta, Dimar, Sabrina, Anastasya, Maureen dll di sekolah berakhir dengan perdamaian untuk kebaikan masing-masing individu. Parakorban tidak berniat perpanjang masalah mengingat mereka juga yang buka peluang terjadinya kejahatan pemerasan organ kewanitaan. Perbuatan yang dilakoni para penjahat kelamin ber-usia senja. Pelakunya a.l. : Pak Suparno, Mang Engkos, Abah Ro’un, Babeh Ti’ung, Mbah Katim dan masih banyak lagi.
Tiada lagi perbudakan, tak ada lagi perkosaan.
Semua hanyalah masa lalu.
Masa kini lain lagi.
Lain lagi? apa benar..?
Benarkah semua gadis itu merdeka dari perbudakan seks?
Atau…
# SHINTA, HUSNI DAN KEDEKATAN MEREKA BERDUA #
Selepas kelulusan SMA, tiap individu akan dihadapkan pada dua pilihan.. kuliah atau kerja, perguruan tinggi atau perkantoran. Bagi yang orang tuanya mampu secara materi, umumnya memilih kuliah. Tidak bagi kaum elit (ekonomi sulit), penghasilan pas-pasan, hanya cukup makan. Begitu halnya dengan Shinta, gadis ayu berusia 18 tahun kelahiran Bandung ini.
 Husni & Shinta
Ia duduk di bangku kuliah tak lama, hanya sekedar untuk menjaga nama baik keluarga semata. Menghindari pergunjingan teman-teman lamanya di sekolah serta para Ibu tetangga yang hobi gosip. Kondisi Ibunda yang hanya buka warung jajan anak-anak membuat Shinta terpaksa berlaku demikian. Jadi jika ada pertanyaan ‘kuliah dimana?’, Shinta hanya cukup memperlihatkan Kartu Mahasiswa atau menyebut nama kampus berikut jurusan yang di ambil.
Shinta hanya membuka diri pada sahabat teman sependeritaan atau tetangga yang benar-benar dikenalnya baik. Sahabat Shinta itu tak lain ialah Diny (Memoirs of Gheisa) Adik kelasnya. Sedang tetangga yang ia kenal baik satu-satunya bernama Husni.
Sebagaimana Shinta, Husni juga bersekolah di SMA yang sama. Hanya saja Husni tidak tahu permasalahan yang menjerat Shinta dan siswi-siswi lain kala itu. Kasus tertutup rapat. Rumah Husni dan Shinta berseberangan hadap-hadapan, sudah biasa bagi mereka saling kunjung. Bahkan sampai kenal dekat dengan orang tua masing-masing. Ironinya, jalinan pertemanan mereka renggang semasa SMA kemarin, mereka jarang bersua temu muka tukar cerita meski satu sekolah. Padahal sewaktu mengenyam pendidikan SMP berlainan sekolah, mereka saling kunjung satu sama lain sepulang sekolah.
Sejak SD, Husni sudah kesemsem (suka) pada Shinta. Dari masa kanak-kanak, bakat cantik Shinta memang sudah terlihat. Banyak tetangga-tetangga rebutan menggendong lantaran imutnya si kecil Shinta. Tak heran semakin dewasa kecantikannya bertambah.
Shinta merupakan gadis kelahiran Bandung, darahnya didapat dari Almarhum Ayahnya yang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor ketika ia lahir beberapa hari kemudian. Ibunya yang orang Jakarta asli memutuskan tinggal di Jakarta untuk tinggal di rumah peninggalan Almarhum Nenek Shinta (Ibu dari Ibu). Sesekali mereka berkunjung ke rumah Nenek Shinta (dari Ayah) yang ada di Bandung.
Maka dari itu, tidak heran kulit yang dimiliki Shinta putih lobak seperti halnya mojang-mojang Bandung. Rambut lurus pendek sebahu sering dikuncirnya model buntut kuda, menimbulkan kesan bahwa ia wanita lincah. Bola mata hitam bulat jelita dan alis tebal panjang menambah pesona siapapun yang memandang. Apalagi jikalau tersenyum, kaum hawa pun akan suka menatapnya (laki-laki? apalagi.. ngeres deh pasti ^o^). Tinggi tubuh yang ditunjang oleh kaki jenjang, serta bentuk tubuh yang proporsional (tidak gemuk tidak kurus) menjadi nilai tambah bagi Shinta.
Sebenarnya banyak yang menyayangkan, dengan potensi dirinya, Shinta sangat pantas menjadi foto model atau artis. Kecantikannya dapat disandingkan dengan pemain-pemain sinetron papan atas. Tapi Shinta pernah bilang kalau ia tidak tertarik dunia glamour itu. Motivasi hidupnya simple, ‘ketemu lelaki tampan.. naik mobil sedan.. punya kerjaan atau usaha mapan.. miliki banyak warisan.. ia siap ke mahligai pernikahan’.
Beralih ke Husni. Sebaliknya, Husni adalah produk gagal. Wajahnya yang kurang lebih tukang es itu seirama dengan seringnya dia ditolak cinta. Maka dari itu, dia sering maju mundur mengutarakan cinta kepada Shinta.
Sesungguhnya jika Husni peka, dia dari keluarga ada, kebalikan ekonomi keluarga Shinta yang morat-marit. Mobil punya, motor ada, tidak sulit jika Husni lebih percaya diri. Jika dia mencatat cerita-cerita Shinta, dari SMP pacarnya selalu kendaraan roda empat lantaran rata-rata pria dewasa atau kaya. Di masa kuliah dimana dia baru diperbolehkan bawa mobil bebas oleh kedua orang tua, harusnya Husni langsung aktif inisiatif. Ajak Shinta jalan-jalan, makan lalu nonton di bioskop ‘21’ layaknya orang pacaran.
Malang hal itu tidak terpikir, otak Husni berjodoh dengan kebodohan wajahnya. Dia malah jadi supir teman-temannya di kampus hunting ABG jalanan. Setelah mengangkut, Husni iya saja mobilnya dipakai mesum bergantian di tempat sepi (mobil goyang), dia sendiri perjaka sampai menikah.

What a dumb loser!
Menurut gosip tetangga (1), Husni adalah anak dari pernikahan pertama Ibunya. Setelah perceraian Ibunya menikahi Omar Kazim, seorang saudagar Arab yang sudah kerasan tinggal di Indonesia, Ayah Husni sekarang. Lantaran sudah lamanya tinggal diIndonesia, garis lekuk wajah khas Timur Tengah-nya hilang di wajah Ayah Tiri Husni itu. Dia jadi terlihat seperti orang Papua atau NTB, tidak kelihatan kalau dia itu berasal dari Negeri yang nun jauh disana. Husni memiliki Adik Tiri bernama Puti buah pernikahan Ibunya dengan Om Omar, begitu sapaan akrab pria tambun berdarah Timur Tengah itu.
Meski demikian, Om Omar sebagai Ayah Tiri tidak jahat ataupun pilih kasih. Kepada Husni, Om Omar sayang seperti pada Puti darah dagingnya. Tidak membeda-bedakan Puti yang posisinya sebagai anak kandung. Tante Lita atau Ibu Husni, ternyata hanya seorang Istri muda. Istri pertama Om Omar wanita Arab asli. Om Omar pulang ke tanah kelahirannya itu satu tahun sekali untuk menengok keluarga.
Seperti halnya Husni, Om Omar dan Ibunya mengenal Shinta dari kecil. Mereka sering bicara, ‘sudah.. Shinta sama Husni saja ya?’. Untuk Husni, Ibunya dan Om Omar, memperbaiki keturunan. Bagi Shinta, pupus harapan punya anak laki-laki tampan. Jadi, perjodohan mereka berdua sudah ada sejak mereka kecil.
Seperti itulah kiranya kedekatan mereka berdua, Husni dan Shinta.

# SHINTA, DINY DAN HUBUNGAN MEREKA BERDUA #

 Diny
Senja itu,
Husni sedang asyik mencuci motor balap yang sangat disayanginya. Pemberian Om Omar sebagai hadiah ultah. Hobby sport Husni memang motor semua tahu itu. Acara TV kesukaannya Motor GP langka dia lewatkan, lihat aksi Mikel Duhan meliuk-liuk di arena balap menjadi pengisi waktu terbanyak. Dia juga gemar pergi ke Sentul bersama team motornya untuk nonton dan bersorak sorai.
What a wasting time!
Perhatian Husni tersita pada seorang gadis cantik yang berjalan menuju rumah seberang selagi mengelap bagian belakang motor.
“DINY?,” sapa Husni dengan suara keras, gadis itu sontak menoleh.
“eh Kak Husni, hai-hai..” sang gadis membalas sapa disertai senyum manis di bibir.
Husni langsung lari menghampiri masih dengan lap basah berbusa di tangan. “sekarang kelas 3 ya?,” pertanyaan bodoh dari si bodoh yang tidak penting dijawab sebenarnya.
Gadis bernama Diny itu hanya menjawab singkat “He-em,” masih dengan senyumnya.
“tambah dewasa tambah cantik ya,” kata Husni memuji.
Cara Husni menatap perempuan juga tidak pernah berubah dari tahun ke tahun. Polos.. bukan mesum, ingin memiliki namun kasih tak sampai. Sungguh pria yang malang.
“lagi ngapain disini?,” tanya dia lagi dengan bodohnya, padahal dia tahu Diny dekat dengan Shinta di sekolah, dan gadis itu kini ada di depan rumah Shinta sekarang.
“ada deeh..maw tauuu ajah,” jawab Diny dengan gaya ababil (ABG Labil) ceria ^o^.
“apa sih-apa sih.. kasih tahu dong!,” Husni kepo.
“Ngg.. ada perlu aja sama Mbak Shinta,” jawab Diny lagi dengan malas seraya menunjuk rumah milik orang miskin dihadapannya.
“Oh iya.. kamu kan kenal Shinta ya, hehe,” reaksi Husni langsung persis orang tulalit, garuk-garuk rambutnya dengan tangan penuh busa sabun. Entah hanya basa-basi atau memang dia tulalit betul, jika basa-basi, ya basi deh.
Shinta melongok keluar jendela, mungkin karena dengar suara obrolan menyebut namanya. Warung tutup, biasanya dia ada disitu gantian berjaga dengan sang Bunda jika tidak kuliah (waktu masih kuliah). “hei-hei,” dengan senyum ayu ia menyapa.
“Mbak Shinta, huhuu.. kangeen!” Diny menyahut dengan gaya manja sejuta rindu.
“Baru datang atau sudah lama? sini yuk masuk!,” Shinta membukakan pintu depan rumahnya yang mungil. Gadis yang bersama Husni itu masuk ke dalam setelah ‘muach-muach’ cipika cipiki temu pipi kanan kiri dengan Shinta. Keberadaan Husni seperti tidak dianggap oleh mereka berdua. Husni malah cengar-cengir seolah.. ya udah sih, toh sudah ketemu orang yang dituju ini. Dia pun kembali lanjut cuci motor.
“Ya ampuun Mbak, rempong deh tuh cowok!” ujar Diny pada Shinta yang tengah menaruh botol isi air dingin serta gelas kecil kosong di meja dekat situ.
“siapa..? Husni??”.
“pura-pura nggak tahu lagi.. gebetan sendiri juga,” ledek Diny.
“Aduh-aduh.. sakit Mbak sakit!” Shinta mencubit lengan gadis itu. “bilang apa tadi? ayo.. ulang!”, marahnya bercanda.
“iya iya.. nggak nggak.. cuma teman..teman. Aduuh.. Mbak sakit banget ih kalau nyubit, sadis!” keluh Diny mengusapi bagian tangan yang nyut-nyut selepas cubitan.
“Rasain! makanya..”, Shinta merasa menang.
“iya teman.. teman tapi mesra!” Diny kembali meledek, “awas yah!” Shinta pun gemas jadinya, jadi deh main kejar-kejaran ^o^.
“Aawh,” BRUG!!, Shinta berhasil menangkap dan memeluk Diny ke lantai, mereka berdua tertawa geli kitik-kitikan.
“SHINTA! SHINTA!”, terdengar suara laki-laki memanggil Shinta dengan gaya cupu (culun punya) dari luar rumah. Mereka berdua tahu benar siapa pemilik suara tersebut.
Shinta langsung melepas dekapannya pada Diny, bangkit untuk menyambut tamu tak di undang tersebut.
“Cie ciee ehem! Pucuk di cinta ulam tiba.. yang di damba, akhirnya datang juga hihi.” Hal ini jadi bahan Diny untuk meledek mantan Kakak kelas SMA-nya itu.
“awas ya!, rese’ nih ngeledek terus,” ancam Shinta atas ledekan. Diny meleletkan lidah seakan ‘siapa takut?’ dan malah meledek lagi, “awas mati gaya lho Mbak, jangan grogi!  entar salting (salah tingkah) lagi di depan gebetan hihihi!”.
Shinta tak tahan juga, sebelum buka pintu hendak keluar ia melepas tawa kecil yang jadikan wajahnya terlihat bak Bidadari Nirwana. Sungguh cantik dan manis! Sangat.
“eh..hei, ada apa?”, terdengar Shinta menyambut Husni, si pengganggu sang tamu tak diundang.
Diny sembunyi di balik jendela berlapis tirai untuk menguping. “lagi bercanda apa sih? seru banget kayaknya.. ikutan dong,” Husni ceplas-ceplos saja, tak sadar bahwa hal itu memalukan sebagai laki-laki.
“Hmpf!,” mata Shinta refleks bergulir ke arah sumber suara yakni jendela.
Shinta tahu betul kalau itu suara tawa Diny yang ditahan oleh sebab perkataan alay Husni. Maka ia pun mencoba alih pembicaraan, “Om, Tante..ada?”.
“Papah biasa bisnis, lagi di luarkota. Mamah baru pulang tahu dari mana. Katanya sih arisan,” Husni menjawab dengan nada campur antara kesal dan sedih.
“oh,” respon Shinta singkat, sepertinya hal itu tidak aneh bagi keluarga Husni.
“eh lagi ngapaiin? Ikutan dong!”, Husni ternyata masih ‘ngeh’ dan membahas kembali.
“apa sih, ini khan acara cewek tahu! yeee,” jika bukan kenal dari kecil, Shinta pasti sudah mengusir Husni, paling tidak mengabaikan dan berlalu pergi.
Apakah cinta penyebabnya? Tidak..bukan, rasa kasihan-lah yang membuat Shinta jadi demikian lemah. Rasa yang dapat tumbuh kembang menjadi rasa……
“udah dulu ya, nanti aku main ke rumah.. deh,” akhir kata Shinta di ucap seperti terpaksa.
“benar..? janji? Aku tunggu lho,” tanggap Husni penuh harap, Shinta mengangguk dengan senyum manisnya.
Bagai anak kecil, Husni lari girang pulang ke rumah. Arti ekspresi wajah Shinta adalah senyum dibumbui rasa iba. Tentu ia sudah tahu bagaimana watak seorang Husni itu.
Shinta masuk kembali ke dalam, didapatinya Diny menutup mulut dengan tangan menahan tawa sesuai dugaan.
“Psst!” Shinta melekatkan telunjuk di depan mulut, maksudnya takut terdengar Husni. Padahal jelas Husni pasti sudah ada di rumah, toh hanya berseberangan terpisah jalan selebar satu mobil satu motor.
“Um, hihi.. iya khan Mbak rempong? Kepo banget lagi,”
“heh..udah ah!”
“Cie ileh.. mentang-mentang Ayank tercinta yang modus PDKT, dibela mati-matian nih yee hihi,” lagi dan lagi Diny meledek Shinta.
“dasar ya ini anak satu, eh iya..tadi belum selesai ya?” Shinta mengambil ancang-ancang menerkam Diny.
“Pantesan..kok ada aroma bunga nyengat hidung, tadi-tadi nggak ada tuh aneh. Ternyata eh rupanya, ada hati yang berbunga-bunga hihihi,” Diny yang nakhal dan centil itu terus meledek sambil berjalan mundur jaga jarak dari Shinta.
“siapa sih yang ngajarin adik-ku jadi bandel gini? Ih,” Shinta langsung lari mengejar dan bertumpukkan di lantai dengan Diny, seperti biasa, main kitik-kitikan ^o^.
Sehabis lelah bercanda masih di lantai berdekapan, Diny bermanja, “Mbak Shintaa.. aku suka sama yang Mbak ucap tadii.. ulaang!”, pintanya sembari menggoyang tubuh Shinta.
“yang mana? yang Bandel? hihihi,” Shinta balik meledek, ia tahu maksud Diny.
“A-aa Mbak.. aku ciyuuus!”
“oyaa? Mi apah?,” giliran Shinta asyik balas meledek.
“Ya-ah,” Diny terus menagih jawaban dengan wajah cemberut lantaran terus digoda mantan Kakak kelasnya yang jelita itu.
“jangan merengut gitu dong, jelek ah!” kata Shinta sambil mencubit pipi Diny.
“habisnyaa..Uh,” Diny terus menunggu kata-kata itu terucap dari mulut Shinta.
“iya Adik-ku sayaang! cinta!”, Shinta membelai dan menyisir rambut Diny dengan jari usai berkata demikian. Diny tersenyum senang karenanya, disayang oleh orang yang dikagumi olehnya.
“Curang ih, masa’ Mbak cuma boleh sekali-dua kali ngeledek.. giliran sendirinya puas, menang banyak dong?”.
“Kakak harus ngalah tau sama Adik!”, Diny langsung beri jawaban tuntas ke akarnya. Shinta menekan-nekan lesung pipi Diny dengan telunjuknya sebagai ungkapan gemas pada Adik kelasnya yang egois namun sangat disayanginya itu.
“Mamah mana Mbak?” biasanya nonton Tv, tumben nggak kelihatan?” Diny merasa heran lihat ke dalam rumah dari tadi sepi.
“lagi di kamar, nggak enak badan. Pusing katanya,udah koyo-an sih,”.
“Yah, kasihan.”.
“Nggak apa-apa sayang, makasih.. nanti juga sembuh. Udah dari kemarin sih,” jelas Shinta.
“ya syukur kalau begitu. Buatku, beliaukanudah seperti Mamah-ku sendiri juga.”
“makasih sayang,” Cuph! Shinta mencium ubun-ubun Diny bagai kasih sayang Kakak ke Adiknya. Mereka berdua memang sama-sama anak tunggal.
“Kamuu..di..sekolah masih diganggu nggak..sama.. mm, Pak Suparno de-el-el?,” Shinta sedikit ingin mengulas masa pahit sekolah mereka.
“Gak, sih.. udah pada nggak berani, teman-teman yang lain juga bilang gitu. Tahu deh.. benar atau nggaknya.” Diny memberi jawaban gantung.
“eh iya baru ingat, katanya kesini mau belajar.. ada yang mau ditanya sama Mbak!”.
“Nanti aja ah.. malas!”.
“Gimana sih.. anak IPA nggak boleh begitu! Harus rajin!, nanti ketinggalan sama yang lain lho,” Shinta menegur gadis yang sudah seperti Adik kandung itu untuk kebaikannya kelak.
“Iya-iyaa, nanti tanggung habis Maghrib aja! Capek tadi jalan, Puah!!.” Diny menguap dan tidur bersandar pada Shinta yang tidak henti-henti menyisir rambutnya dengan jari.
Jelang malam, Shinta dan Diny mandi berdua. Belajar sebentar, kemudian makan malam bersama. “makan seadanya lho yah?!” ujar Tante Rani, Bundanya Shinta pada Diny, “iya Mah.. makasih,” sahut Diny santun.
“Biar seadanya, masakan Bunda paling enaaak se-Dunia!” puji Shinta ingin membuat hati Ibu-nya senang, lantas ia peluk dan cium Ibunya itu.
“Ih, udah gede manja ih!” ledek Diny sambil menyendok nasi.
“eh biarin! Masalah buat loh? Lo juga tadi manja sama gw!” sahut Shinta dengan gaya sok-sok marah.
“eh, terus salah gw? salah nyokap gw..? dan gw harus bilang WaaW gitu? sambil jungkir balik en salto tiga kali. Elo.. gw, end!” Diny balas menyahut dengan gaya menyebalkan, Shinta gemas, mereka pun kejar-kejaran mengitari meja makan. “Kyaaa!!,” Diny heboh.
“E-e.. sudah-sudah..bercandanya nanti, ayo makan dulu!.” Tante Rani memarahi sambil tersenyum. Dia tahu hubungan Shinta dengan Diny bagaimana.
“iya Mah.. Mbak Shinta-ku niih,” sahut Diny manja, Shinta memeluknya dari belakang setelah berhasil menangkapnya. “Nggak sungguh-sungguh kan, lo gw End-nya?” tanya Shinta seraya mencubiti gemas-gemas pipinya, “ya nggak-lah Mbak-ku sayang!” jawab Diny spontan disertai senyum manis. Shinta pun mencium sayang gadis itu.
Tante Rani makin manis tersenyum, ia tahu Shinta dari kecil ingin punya Adik. Namun hanya mimpi.. buaian angan, tidak pernah mungkin bisa kesampaian lantaran ia tak ingin lagi menikah setelah sang suami dipanggil Yang Maha Kuasa, Ayah Shinta.
Usai makan, Shinta mengajak Diny main ke rumah Husni sekedar untuk memenuhi janji. Kesenangan Husni pun berganda. Disana Diny sempat berkenalan dengan Tante Lita Ibunya Husni, Puti, serta Om Omar yang kebetulan baru datang dari luar kota membawa oleh-oleh.
Malam itu yang belajar keras jadi rencana besar gagal total ^o^. Akhirnya di dominasi oleh obrolan-obrolan tidak penting. Setelah pamit pulang, menjelang tidur, Shinta dan Diny sempat curhat sebentar sambil baring di kasur.
“Mbak jadi kegiatannya banyak di rumah aja?”
“iya Sayang, habis mau kerja dimana ijazah SMA. Nggak laku di kantoran kecuali lewat koneksi.”
“ya sih.. tapi tadi Om Omar nawarin Mbak jadi pramugari kok Mbak diam aja? Takut dipaksa kawin yaa sama Kak Husni? Hihi.” Diny memulai acara ledek meledek.
“Nikah kalee! kawin sih kamu sama Pak Suparno tuh hihi,” Shinta menyahut balik namun ‘garing’. “A-ah, Mbak kok bahas itu sih.. nggak mau!” Diny malah jadi merajuk.
“Iya iya, nggak deh.. yang lain aja,” Shinta mengalah, merasa Diny masih sensitive dengan masalah tersebut.
Shinta tersenyum kecil, ia masih belum mau buka rahasia yang hanya diketahui olehnya sendiri, takut menjadi fitnah. “Yaa gimana ya? bukan masalah itu sih. Mbak masih belum mau aja tergantung sama orang, cantik! mau usaha sendiri dulu. Nanti kalau udah mentok bangeet, baru. Tapi enak kali yaa, jadi pramugari?,” Shinta bicara itu sambil mengawang-awang.
“cita-cita Mbak khan? enaklah, kali aja dapat jodoh pilot.. udah ganteng gajinya gede lagi hihi” dengan polos Diny menyahut.
“Mana bisa sayang? kalau Mbak ambil kesempatan itu, Mbak pasti jadi Nyonya Husni!”.
“Gitu sih ya.. banyakan orang pamrih. Ada udang di balik batu, ada meki di balik underwear. Aduh!” Shinta menjewer Diny sambil tersenyum lantaran bicara asal.
“Itulah hidup, cuma kamu sama Mamah yang tulus sama Mbak,” kata Shinta sambil mencium kepala belakang Diny. “meski..sebenarnya.. Husni itu.. baik sih.. baik banget! terlalu baik malah,” kata Shinta lagi, perkataannya berhenti sisakan misteri.
“terus.. kalau baik..kenapa nggak? Oya aku tahu, Kak Husni lebay sih ya? Hihihi.”
“Bukan masalah itu sayang. Husni itu sebenarnya kasihan, dia sama seperti Mbak..dari kecil kehilangan figur Ayah. Karena besar dengan seorang Ibu dan nggak punya teman bermain dia jadi seperti itu. Masih bisa dirubah..asalkan dia bertemu wanita yang tepat,” jelas Shinta.
“Ya wanita itu cuma Mbak-lah, nggak ada yang lain pasti,” Shinta hanya bisa senyum mendengarnya.
“Kamu kan tahu sendiri, seperti apa kita waktu di sekolah.. hm? Biar bagaimana pun, laki-laki seperti Husni pantas dapat jodoh yang masih suci, bukan seperti Mbak yang sudah ternoda nggak karuan ini.”
“Menurutku sih.. kalau laki-lakinya tahu dan masih mau, ya nggak masalah. Terima kita apa adanya sebagaimana kita terima keadaan mereka, fine-fine aja khan?,”
“Huuw.. sok tahu nih anak kecil,” goda Shinta sambil mencubiti pipi Diny.
“bialin, emang masih kecil. Wek!,” Diny meleletkan lidah sambil pasang muka lucu, Shinta gemas, mendekapnya sayang dari belakang erat-erat kemudian mencium pipinya.
“Tante Mbak soalnya pernah dalam situasi seperti itu sayang,”.
“Hah.. iya Mbak? ciyus..mi apah? Aduh atit!” Diny mengaduh manja, Shinta mencubit pipinya keras-keras.
“Habisnyaa.. lagi serius cerita juga!” tukas Shinta gemas.
“Hihi, iya iya,” Diny balik badan berhadap-hadapan dengan Shinta, matanya terpejam lantaran mulai mengantuk. “sok Mbak-ku yang ayu, yang cantik, yang manis.. diterusin dongeng sebelum tidurnya!” kata Diny membuat Shinta makin gemas.
Digelitiknya pinggang Diny sampai membuatnya tertawa-tawa. “A-ah, Mbak rese’.. jadi hilang khan ngantuknya!” gadis itu mengeluh.
“Rasa-in! udah tahu mau cerita malah merem! Mau dengar atau tidur?!”, marah Shinta bercanda.
“Iya-iya nggak hihi, lantas gimana Tante Mbak?”.
“Ya itu, waktu pertengkaran rumah tangga.. masalah Tante Mbak itu diungkit suaminya. Katanya ‘masih syukur kamu, aku mau nikahin kamu yang sudah nggak perawan waktu malam pertama’ begitu cerita Mamah,” terang Shinta.
“ih, jahat banget sih mulutnya? kan dia sendiri yang mau nikahin!. Dasar laki-laki memang egois semua!,” Diny berapi-api mendengarnya.
“Alasannya sih lagi emosi, tapi yah.. kendalikan dong harusnya. Pertimbangkan perasaan wanita sedikit, pasti sakit hati-lah wanita siapa juga kalau gitu.”
“iyalah..aku aja yang dengarnya marah banget. Apalagi Tante Mbak yang dengar langsung. Huh!”.
“Iya kasihan, apalagi pasti suami Tante Mbak itu bicaranya dengan gaya arogan. Alhasil, Tante Mbak dengan bodohnya bunuh diri!” jelas Shinta lagi.
“Ya amplop, ihh.. ngeri banget! Oo, yang waktu OSIS aku ikut bantu kumpulin uang sumbangannya ya?”.
“Naah, itu ingat.”
“Owh, cerita kematian dibaliknya tuh begini?”.
“Iya. Makanya Mbak agak parno (paranoid), trauma takut suami Mbak mungkin begitu kelak.”.
“Tapi kalau Kak Husni, aku yakin nggak Mbak.Orangnya alay gitu hihi, mana bisa sih orang kayak gitu marah? katanya Mbak nggak pernah lihat dia marah atau bicara kasar khan dari kecil sampai sekarang?”.
“Ya sih.. tapi kita kan juga nggak tahu seperti apa kehidupan akan bergulir. Bisa aja namanya manusia berubah.”
“Ya kalau mikirnya gitu terus sih.. nggak akan nikah seumur hidup Mbak-ku sayang! Phuah,” Diny nguap tanda semakin mengantuk.
“Nggak-lah say, Mbak juga nggak mau-lah sendiri terus. Yah, pokoknya Mbak lagi nunggu o,”
“Groook.. fiuw.. grook!”, kata-kata ‘orang yang tepat’ Shinta terputus dengar suara dengkuran Diny yang dibuat-buat.
“Nggak sopan ya Adik-ku satu ini..”, Shinta langsung menggelitik pinggang membuat Diny ketawa geli. “Ya udah kalau nggak mau dengar Mbak cerita lagi!” giliran Shinta yang merajuk.
“iya iya, nggak..Aa-ah.. aku khan canda Mbak!” Diny minta maaf dengan menggoyang manja tubuh Shinta.
“Tau ah.. udah tidur sana kalau ngantuk!” Shinta menutup wajahnya dari samping dengan bantal dan guling.
“Ya-ah.. Mbak! Mbak Shintaa!” Diny merebut bantal itu, namun Shinta menutup telinga dan wajah dengan kedua tangan. “Mbaak.. aku bercanda,” Diny mendekap manja Shinta dari belakang.
Shinta balik badan berhenti merajuk, “Habisnyaa.. nyebelin, emang enak dicuekin?!” keluhnya sambil memencet hidung Diny.
“khan canda! Phuaah! Nyam..nyam,” Diny tak mampu menahan rasa kantuk, dia menguap lebar-lebar.
“Canda apa? memang sudah ngantuk begitu. Udah ayo tidur, terusin besok aja. Cium mau tidur dulu!” Shinta menunjuk pipi kirinya dengan jari telunjuk. Dengan mata lima watt, Diny melakukan apa yang Shinta minta. Cuph!.
“sebelah lagi buat ganti hukuman!” kata Shinta seraya menunjuk pipi kanan. Maka Diny pun mengecup untuk yang kedua kali.
“Mbaaak, mau jugaa!” Diny menunjuk pipinya.
“udah ya, ‘met bobo!” Shinta langsung meringkuk tidur.
“Aa-a.. Mbak Shinta curang! ya udah..” Diny merajuk dan langsung ikut meringkuk tidur berlawanan arah dengan Shinta, bagai pasangan Suami Istri yang sedang marahan namun lebih mesra ketika berbaikan.
Selang satu menit Shinta berbalik badan dan memeluk Diny dari belakang, Ia berbisik, “Met bobo Adik-ku sayang, mimpi yang indah yah!” Cuph! memberi sesuatu yang sangat diinginkan gadis itu.
Diny.. gadis itu.. tersenyum, meski matanya terpejam. “Oh iya hampir lupa, awas jangan ngompol lho ya!” tambah Shinta sempat-sempatnya canda. Rasa kantuk Diny pun hilang, dia tertawa, “nggak janji deeh kalau itu hihihi,” sahutnya. Mereka tertawa bahagia.
Meski kedua gadis itu miskin harta, tapi mereka kaya akan persahabatan. Sesuatu yang tak tergantikan dan tidak dapat ditukar dengan nominal berapapun jika terjalin dengan tulus.
Seperti itulah kiranya hubungan mereka berdua, Diny dan Shinta. (2)
# SHINTA, OM OMAR DAN RAHASIA DI ANTARA MEREKA #
Omar Kazim bin Salaadh,
Siapakah dia? dan bagaimana bisa kaya raya seperti sekarang ini..
Menurut khabar yang tersebar, dia adalah bungsu dari dua bersaudara. Ayahnya, Salaadh bin Riyaadh, adalah saudagar kaya yang pandai berdagang di negeri Arabsana. Sehingga waktu beliau dipanggil menghadap YM Kuasa, beliau meninggalkan banyak warisan. Omar Kazim muda pun mendadak kaya. Dengan kondisi tanpa Ibu, harta yang hanya dibagi dua itu melimpah untuk hitungan seorang saja.
Jika saudara satu-satunya menggunakan warisan untuk Investasi di perusahaan bekas Almarhum Ayah mereka, tidak bagi Om Omar . Dia lebih memilih bertaruh dengan mendirikan usaha sendiri.
Awalnya Om Omar hanya melancong ke Indonesia. Namun setelah menjelajah ke pelbagai pelosok, dengan berbagai pertimbangan, insting bisnis-nya berkata dia harus tinggal menetap di Indonesia jika ingin meraup keuntungan atau sukses besar.
Sukses dalam segala hal, harta.. kedudukan.. wanita. Di negeri Arab, mahar pernikahan lebih tinggi jika dibanding Indonesia. Maka tidak-lah heran, jika Omar si tukang kawin itu betah dan lebih pilih tinggal di Indonesia dibanding negeri kelahirannya sendiri. Dia putuskan untuk menjadi WNI. Istri pertamanya tidak ikut, ia merasa lambat laun dirinya akan dimadu.
Dengan bantuan informasi salah satu kacung, Omar Kazim muda mengenal dan menikahi Lita, perawan kampung yang cantik jelita. Langkah bisnis berjalan semakin mulus, dengan lebih fasihnya dia melafalkan bahasa Indonesia, dalam hal ini Tante Lita punya peran.

-# #-

Ternyata, tanpa diketahui siapapun kecuali Shinta, sudah beberapa kali Om Omar tertangkap basah berlaku mesum padanya, baik secara langsung maupun tidak. Sejak Shinta SMP, SMA sampai dengan masa kuliah dan cari kerja sekarang.
Pernah suatu ketika Shinta main ke rumah Husni pulang sekolah, dimana ia kenakan celana pendek yang membuat paha putihnya terpampang indah, pemandangan itu langsung jadi santapan mata lapar cewek Om Omar.
Awalnya Shinta tidak ingin berpikiran buruk dan ingin membuang jauh-jauh prasangka tersebut. Namun lama kelamaan pendirian itu kandas dengan sendirinya. Kelihatan betul pria tambun asal Timur Tengah itu jika baca koran, sesuatu atau nonton Tv, bola matanya malah berlabuh di sekitar kaki indah Shinta atau wajah Shinta yang ayu. Dan tidak segan-segan dia mengakhiri tatapan mesumnya itu dengan kedipan genit sebelah mata layaknya Om-Om Senang memberi kode ABG PSK.
Lain hari ketika Shinta pulang interview dari sebuah kantor di bilangan Sudirman Jakarta, rok mini hitam yang kontras dengan warna paha pun jadi tempat mata Om Omar ‘singgah’. Namun Singgah yang berulang kali, bukan hanya sekali. Bahkan Shinta sempat kecolongan di-intip celana dalamnya. Ketika tersadar, ia katupkan kedua belah kaki perlahan agar tidak diketahui Husni perilaku mesum Ayah tiri-nya. Shinta tidak ingin menambah beban Husni. Mental tempe Husni tentu akan semakin down jika tahu Om Omar demikian.
Gila-nya, Ayah tiri Husni itu tidak malu tertangkap basah. Dia bahkan sengaja menyeruput air di gelas minum ketika habis lihat celana dalam Shinta, seolah dia ingin lakukan itu pada celana dalam Shinta berikut ‘isi’nya.
‘Isi’ celana dalam Shinta aman dari incaran Om Omar, sampai pada suatu masa..

-# #-

Ketika panas matahari menyengat, seorang remaja lelaki berpotongan rambut klimis mencari Shinta di warung.. “Shinta!!,” panggilnya.
“ya, apa Husni?,”
“dari pagi jaga terus.. nggak mau iseng apa gitu?”.
“ya sebenarnya BT juga sih, dari pagi yang beli juga cuma satu.. mana lagi panas banget hawa, Huffh..!” keluh kesah Shinta seraya menyapu keringat yang keluar dari pelipisnya. Kesabaran Shinta atas cobaan hidup sulit mulai menipis.
“Aku lagi nggak ada jadwal kuliah. Puti juga libur sekolah, kita mau berenang.. ikut yuk?,”
“Waa, mau donk.. enak nyebur ke air panas-panas begini. Eh.. adaOmsama Tante nggak?”. Shinta takut di mesumi Om Omar.
“Nggak, mobil Papah nggak ada. Mamah biasa paling balik malam,”
“ya udah, aku tutup warung deh.. Mamah juga lagi nggak enak badan. Husni duluan aja!,”
“Oo-ke.” Husni tampak senang.
“Maah, Shinta tutup warung ya?” teriak Shinta seraya menyusun papan-papan penutup warung. “iya sayaang, tutup aja!.” Tante Rani yang lagi asyik nonton Tv menyahut. Beliau sangat merestui kedekatan Shinta dengan Husni, apalagi bila sampai jadi, tentu dapat mengangkat derita dan derajat keluarga.
Shinta tengah memilih pakaian renang yang ingin dikenakannya. Ia tidak berkeberatan dengan modelnya yang hanya celana dalam dan Bra. Sudah sering dikenakannya jika berenang di rumah Husni dan Husni hanya memandang kecantikan dan ke-sexy-an Shinta itu dengan senyum terpesona. Tidak dengan nafsu. Bukan lantas Husni abnormal, tapi memang begitulah orangnya, meski lingkungan rusak, tetapi tidak merubah diri Husni.
Pilihan Shinta pun jatuh pada warna biru muda, setelah memakainya, ia lapis lagi dengan pakaian awal. Shinta mengetuk gerbang pas ketika ‘Mak Odah (panggilannya), juga mau keluar, “eh, si Non cantik.. masuk! Mau berenang nih pasti?”, goda si ‘Mak.
“Hihihi, iya Mak biasa.. panas banget sih!” jawab Shinta sambil mengipas tangan ke lehernya.
“iya..‘ndak ketulungan Non panasnya. Anak-anak juga pada bosan di kamar, memang sih AC. Mau main di ruang tamu tapi pada kepanasan, ya udah lari ke kolam hihihi.”
“Hihihi. Iya makanya, eh.. Mak bawa tas keranjang gitu mau apa?”.
“mau ke pasar belanja, yowista’ tinggal dulu yo Non cantik,” si Mak jadi ingat kerjaannya.
“Mari Mak.. aku masuk yah?,” Shinta tahu sopan-santun.
“Monggo-monggo! silahken,” ‘Mak Odah juga bertata krama.
Shinta menggeser tutup pintu gerbang rumah Husni yang besar, lalu ia masuk ke dalam. Harusnya rumah Husni ada satpam berikut pos-nya. Mungkin karena Om Omar yang terkenal kikir itu merasa sudah cukup dengan pembantu satu nginap, eMak-eMak lagi.
Tiba di ruang tamu, Shinta lantas melepas pakaian luar karena sudah pakai kostum renang di dalamnya, ia merasa tak perlu pergi ke kamar mandi toh ia pikir sepi tidak ada orang lagi. Hanya berpakaian renang CD dan Bra biru muda, Shinta membenahi pakaian ke dalam tas. Kantung kresek hitam juga sudah sedia untuk pakaian basah nanti. Baru selesai pakaian rapih dilipat dan hendak menutup kait tas, Shinta merasa ada sepasang mata memperhatikan dirinya.
“eh ada.. ada Om Omar?”, Shinta terkaget-kaget. Ternyata Tuan rumah bertubuh tinggi besar itu ada di rumah, matanya asyik men-scan tubuh mulai dari kaki hingga ke kepala, dari belakang Shinta.

 
Om Omar Kazim
 Sambil Om Omar tersenyum mesum, sambil dia berjalan mendekati Shinta, “Shinta mau berenang sama Husni dan Uti?,” tanya pria kelahiran Timur Tengah itu dengan nada sok ramah, padahal keinginannya cuma satu pada Shinta.. ‘KIMPOI’.
“i-iyaOm.. tapi..ta-tapi ‘Glek!’ nggak jadi.i,” jawab Shinta terbata dan menelan ludah lantaran tenggorokan terasa kering, takut pada Om Omar yang gerak-geriknya seperti seorang pemerkosa.
“Lho.. kok tidak jadi? Kenapa.. ada apa?”, Om Omar berlagak seperti orang tua yang baik. Namun body language-nya tidak berkata demikian, ingin membuat Shinta tidak berdaya lalu di-entot habis-habisan.
Tanpa Shinta sadari, ia berjalan ke samping dan mundur, menjauh dari tas isi pakaian miliknya. ‘Grab!,’ ternyata betul Om Omar mengincar itu, tas Shinta pun mutlak sudah jadi sandera. “Om..jangan Om!, kemarikan tas-ku!,” Shinta memohon pada orang yang salah, orang yang sangat terobsesi padanya, yang ingin sekali melesakkan penis dalam-dalam ke vagina-nya.
“Husni bilang kamu itu orangnya cantik.. pintar.. ya memang benar!. Tapi kurang satu.. tidak sopan! masa ’Omdekati kamu malah menjauh, tuh lihat..hehehe, hahahaha”, Om Omar tak henti meneror sementara Shinta terus menghindar.
Wanita mana yang tidak takut di incar orang Arab yang terkenal dengan kebesaran alat vital-nya selain alasan materi. Belum ditambah postur Om Omar yang tinggi besar, perut buncit, kulit hitam, bulu lebat sekujur tubuh serta rambut keriting kriwil yang tumbuh di pinggiran kepala, di atasnya gundul. Sosoknya itu tidak kalah buruk dengan Siluman buncit.
Kedua tangan Shinta hanya dapat menutupi bagian-bagian penting saja, selebihnya harus ia ikhlaskan dilahap mata Om Omar yang seakan mewakili lidah yang ingin menjilat dan mulut yang ingin mencucup.
“terus Shinta mau pulang begitu?,” tanya Om Omar dengan senyum menang.
Shinta baru sadar setelah melihat keadaan diri, (Tidak! tidak mungkin! masa’ pulang ke rumah dengan pakaian renang? Mamah pasti bertanya. Belum terdengar suara, ‘sundul ! bagi gue-bagi gue!’ di jalan aspal depan, yang artinya di depan rumah ini baru saja ada tanding sepak bola yang digelar anak-anak kampung yang pasti banyak sekali orang berkerumun nonton. Bagaimana ini…?), Shinta membatin. Ia kebingungan.
“HA HA HA HA”, tawa jahat Om Omar keras-keras bak tawa raksasa Rahwana, melihat ekspresi Shinta yang tetap terlihat cantik jelita. Langkah orang tua itu berhenti tiba-tiba. Meski merasa aneh, sejenak Shinta dapat bernafas lega, karena beberapa langkah lagi ia juga terpaksa harus berhenti karena berada di luar ruang tamu, mencapai halaman, dekat pintu gerbang yang bisa terlihat kerumunan massa kalau ia berbikini ria.
HUSNII.. HUSNI!!,” Om Omar me-rencana sesuatu.
“Ya? lho.. kirain Papah di kantor,” anak tirinya itu menyahut.
MALAM MOBIL PAPAH TITIP DI BENGKEL, JADI TIDAK KE KANTOR HARI INI”, jelas Om Omar dengan suara keras.
“Oh,” respon Husni singkat, sedang Shinta gemas pada kelemotan Husni, (Husni bodoh! Gara-gara kamu, aku terjebak!).
“Anak Tolol..! satu rumah tapi tidak tahu! Tapi tak mengapa, aku beruntung malah, jadi bisa dekat dengan si cantik satu ini he he he he” kata Om Omar dengan seringai mesum. Shinta sebetulnya cukup kaget ketika Om Omar berucap Husni ‘Anak tolol’, baru pernah seumur-umur ia dengar. Tapi mengingat Husni bukan anak kandung, dan Om Omar juga berperilaku demikian beda, maka tidaklah heran.
INI ADA SHINTA MAU BERENANG KATANYA, PAPAH IKUTAN YA?” teriak Om Omar lagi pada Husni. Shinta masih tanda tanya apa maksud, dan mau apa bandot Arab ini?.
“Iya Pah.. ikut aja biar makin seru! Sekalian bawa bola tiup yang dari Dufan itu buat main!.”
“Nyuruh orang tua lagi! sudah jelek tidak sopan itu anak!,” keluh Om Omar menampakkan perilaku 180 derajat berbeda jika di depan Husni, semakin takut saja Shinta dengan bandot bermuka dua itu.
“Shinta, jika kamu ingin tas ini kembali.. ayo pergi ke kolam!. Renang sama Om dan anak-anak Om!” ancam Om Omar dengan wajah garang. “Atau.. kamu mau lapor ke Husni.. kalau tas kamu diambilOm, hm?”.
Shinta tidak akan berani sejauh itu, sekali lagi, ia tidak ingin Husni sampai tahu kelakuan Ayah tiri yang dibanggakannya seperti ini. Meski Om Omar juga akan menampik dengan seribu satu macam alasan. “Yah,Omtinggal bilang saja.. kamu yang sudah salin pakaian malah mau urung berenang lantaran Om mau ikutan, jadi tas Shinta sengaja Om sembunyikan hehehe,” tukas Om Omar licik, sesuai dugaan.
“YA SUDAH..TUNGGU APA LAGI? SANA KE KOLAM!” bentak Om Omar dengan suara keras pada Shinta, si cantik itu kaget dan takut. Tambahan Om Omar mempelototi Shinta dari kaki ke wajah, dari wajah ke kaki terus berulang dengan gaya arogan tolak pinggang. Shinta sambil masih menutupi bagian tubuh pentingnya lari ke arah kolam yang terpisah tembok dari ruangan itu. Ia hanya dapat melihat tasnya yang ada di sisi kanan pinggang Om Omar.
“eh Kak Shinta..sini!” panggil Puti Adik tiri Husni tak perlu. Karena memang kolam renang ini satu-satunya tujuan.
“Kenapa Shin?, kayak habis ngelihat setan aja hahaha,” komentar Husni polos melihat Shinta lari terengah-engah memburu nafas. (Iya, setannya Ayah tiri-mu! Andai engkau tahu Husni, hhh..!), Shinta hanya dapat mengeluh dalam hati.
“Kak Shinta kaget mungkin ada Papah ya? hihihi,” canda Puti yang memang benar, tapi lebih dari itu, sikap Om Omar padanya lebih tepat.
“kayak baru kenal aja sama Papah Shin? Papah baik kok biar perawakannya seram gitu hahaha.”
Prats! Prats!, Puti menciprati air ke Husni, “Kak Husni jahat! itukan Papah Uti!” keluh Adik tiri Husni yang masih berstatus pelajar SMP itu.
Husni malah tertawa lagi sambil balas cipratan air ke Puti yang akhirnya malah teriak-teriak senang bermain air. Sementara ketegangan Shinta belum surut, masih mewanti-wanti apa yang akan terjadi berikutnya.
JLEG! JLEG! JLEG!, terdengar langkah berat menuju kolam. Langkah itu tak lain dan tak bukan adalah milik Omar bin Salaadh, orang yang ditakuti dan tidak diharapkan kedatangannya oleh Shinta. Dia datang dengan sosok menjijikkan hanya mengenakan celana renang model celana dalam seperti yang dipakai atlit-atlit binaraga. Tapi jika binaraga indah dengan deretan otot-otot perut dan dada yang macho, ini dipenuhi lemak dan bulu hitam yang rimbun sekitar dada sampai perut. Yekkks!.
Celana renangnya itu terlalu kecil, tak sanggup menampung kejantannya yang berukuran sebesar singkong utuh. Segitu belum ‘bangun’, celana itu bisa robek jika berontak dalam sempak. Pandangan mata Shinta sampai terpatri kesana terus menerus.
“Tangkap ini Shinta!,” Om Omar melempar bola tiup logo Dufan yang dipesan Husni ke Shinta sengaja, dia tahu Shinta masih tegang dan ingin suasana cair.
“ayo anak-anak.. rebut bola-nya dari Shinta!” suruh Om Omar pada anaknya yang masih polos-polos itu. Hiyaa!, spontan Puti dan Husni menarik Shinta yang ada di pinggir kolam renang. Cbuur!!, Shinta pun tercebur ke kolam berkat jasa Husni.
JBUURR!!! Suara menggelegar dari sisi lain, namun cipratan air jauh lebih dahsyat lantaran yang nyemplung ke dalam kolam Om Omar yang bobotnya mendekati satu kwintal (100 kg) itu.
“HA HA HA HA..” Om Omar tertawa bak Rahwana yang berhasil menciduk Shinta dari Sri Rama. Di tangan kirinya ada kantung plastik bening berisi koin-koin mata uang asing Real (Riyal Saudi).
Puti langsung menggelendot manja ke punggung Om Omar, tubuh Puti tinggi namun kurus, jadi tidak terasa berat bagi Om Omar, dengan mudah bandot Arab itu berputar-putar di air kedalaman satu setengah meter kurang itu. Puti histeris kegirangan. Shinta semakin serba salah menghadapi keluarga Husni.
“Ayo-ayo.. Papah punya sebuah permainan sebelum kita main tangkap bola.”
“apa Pah-apa Pah?,” Husni dan Puti langsung ramai bersahutan, sedang Shinta pilih diam seribu bahasa menunggu eksekusi.
“Namanya permainan lempar cari koin. Jadi Papah lempar uang koin ini ke dalam air, Puti..Husni dan Shinta rebutan mencari, siapa yang dapat, ya..uang koin itu untuk dia. Lumayan lho, satu real itu setara dua ribu lima ratus. Untuk jajan saja cukup!,” terang Om Omar pada semua seraya menunjukkan kantung berisi koin yang dibawanya.
“Asyik-asyik,” Puti dan Husni senang bukan main, Shinta masih berjaga-jaga apa mau orang tua itu.
“ayo Shinta ikut ya permainan ini! seru lho,” Om Omar berkata, namun tatapannya seperti memerintah.
“Iya Kak Shinta, ayo kita cari sama-sama!”, ujar Puti menggandeng lengan Shinta, dia tidak tahu kalau Ayahnya tengah cari kesempatan mencabuli Shinta.
Shinta hanya pasrah mengangguk yang berarti ikut acara itu, “siap yaa..?” Om Omar memberi aba-aba.
Tuing!”, cemplung! koin itu dilemparnya cukup jauh dari mereka. Hiyaa.. Puti yang tadi mengajak Shinta sama-sama, lupa akan yang dikatakannya, dasar ababil. Dia malah asyik rebutan koin dengan Husni, melepas gandengannya pada Shinta.
“Shinta.. mengapa diam saja?!” tegur Om Omar, Shinta langsung ‘ah-eh-oh’ sal-ting. Rasanya ada Om Omar itu campur aduk. Ya jijik, ya takut, ya hormat, ya segan, kesemuanya jadikan diri grogi jika berhadapan dengannya. Serba salah dalam situasi apapun. “Jangan buat suasana kaku!” tegur Om Omar lagi.
Shinta mencoba berpikir positif, ia yakinkan diri kalau Om Omar berbuat sejauh ini agar lebih dekat dengannya. Shinta ambil ancang-ancang menyelam selagi Puti dan Husni sudah asyik balap renang.
Hupla..
Blub!, Seer.. Shinta meluncur perlahan, namun Sruut!, sepasang tangan yang pasti milik Om Omar dirasa Shinta menghentak turun celana renangnya sampai lutut. Shinta gelagapan panik, ia urung renang. Niat bandot Arab itu terbaca sudah.
Saat Shinta kembali berdiri mencari udara dan mengembalikan letak celana renang, Om Omar asyik meraba-raba vaginanya. “Jangan Om! Shinta mohon..! nanti mereka lihat,” si cantik mengiba. Om Omar senyum lebar. Bibir tebal menambah perangainya jelek sekali. Shinta yang masih punya sedikit rasa hormat pada pria Arab berumur itu enggan menepis tangannya. Ia hanya mengapitkan pangkal paha serapat mungkin, celana renang yang ditariknya ke atas terhambat tangan Om Omar.
‘Memek-mu..? hehehe, rupanya kau sudah tidak perawan ya..?! Ha ha ha ha,’ Om Omar berbisik dengan senyum menang lantaran mendapati rahasia Shinta, pipi Shinta bersemu, malu hal paling pribadinya terbongkar orang tua sahabatnya.
‘Husni atau Ibu-mu pasti tidak tahu!’ bisiknya lagi, setelah berkata demikian, Om Omar yang telah memperhitungkan segalanya beranjak menjauhi Shinta, Shinta refleks menahan lengan Om Omar. Bandot Arab itu senyum menang menatap Shinta yang sudah dalam genggaman, Shinta pun melepas pegangannya. Ia jadi semakin segan, hormat dan takut, meski banyak rasa jijik.
‘Tenang, ikuti saja semua yang Om minta’ bisik kata-kata Om Omar terdengar halus, namun serasa bagai ‘Titah’ Raja. Syah sudah Shinta budak seks dan Om Omar Tuan pemilik. Pintar. Om Omar cepat-cepat berjaga jarak dari Shinta rupanya agar Husni dan Puti tidak menaruh curiga.
“Horee, dapat!” Husni girang berhasil mendapatkan koin yang diperebutkan. Sementara Shinta sibuk menaikkan celana renang yang dipeloroti Ayah tirinya. “yes lima real. Utii, ye..ye..ye-ye..ye,” seperti anak kecil, Husni meledek Puti dengan joget goyang pantat gaya kartun sambil pameri koin yang didapatnya.
“Kak Husni curang! masa’ nggak mau kalah sama Uti!” keluh Puti.
“Puti tidak boleh manja dong..! ini kan bersaing secara sportif. Tidak lucu kalau Kak Husni disuruh mengalah, namanya permainan harus ada tantangan. Lagi pula ini bisa untuk Uti belajar meraih sesuatu tidak dengan bantuan Papah, belajar mandiri!”. Om Omar berpidato nasihat-nasihat yang bagus, sayang perilaku sebaliknya, cabul.
“Iya Pah, Uti akan berjuang ngalahin Kak Husni!” kata Puti sambil mengepal tangan penuh semangat.
“ayo silahkan, boleh coba!” sahut Husni tidak mau kalah.
“Hahaha, begitu dong. Itu baru namanya kompetisi! ayo, Shinta juga jangan mau kalah! sini..! kesini!” ujar Om Omar seraya menatap tajam, perintah itu sungguh-sungguh atau nantinya hanya berakhir seperti tadi. Shinta dibuat kebingungan, agar tidak jadi perusak suasana, ia terpaksa ikut berpartisipasi kumpul di garis start.
Om Omar menyiapkan koin lain, “siap-siaap! Yak!,” Wiiing..
Plung!.
Hiyaa.. Husni dan Puti berlomba mendapatkannya. Sedang Shinta belum berani gerak, takut salah berbuat. Dan benar saja, Om Omar malah merengkuh dan berusaha memagut mulutnya. Shinta memejamkan mata, takut wajahnya berdekatan wajah dengan Om Omar. Berhadapan begini baru telak terasa aroma tubuh Om Omar yang sangat tidak sedap bau-nya. Shinta ingin muntah, ia berpaling agar bau-nya tidak terlalu tercium.
Sasaran Om Omar meleset ke pipi lantaran Shinta memalingkan muka. Dapat pipi Shinta yang halus, mulus, putih dan sama sekali tak ada jerawat ataupun bekas berupa lubang.. Om Omar langsung menjilatinya dengan rakus. Slurrp! Slurrrp! Leph! “Ahh.. wajahmu.. cantik! cantik sekali Shinta!, ‘Slurrp! Leph..’, senyumanmu manis luar biasa…Omsuka. Seandainya bisa, Lita akan kucerai, kunikahi kau!,” ujar Om Omar tanpa rasa malu.
Bila itu terjadi, Tante Lita akan memusuhinya, Husni dan Puti pasti akan membencinya, dasar Omar Kazim mata keranjang! mata cewek-an!.
Ekspresi Shinta makin terlihat jijik pada Om Omar, kulit wajahnya terlipat seperti orang makan buah kesemak yang sepat. Shinta terus berpaling sedikit-sedikit, namun ditahan tangan Om Omar, meski usahanya itu tidak sungguh-sungguh lantaran diliputi rasa segan yang tinggi terhadap kharisma Om Omar.
Mulut Om Omar melahap mulut Shinta, bibir tebal versus bibir tipis, bibir hitam versus bibir merah delima, beauty versus ugly. Tangan Om Omar yang tidak pegang kantung koin bergerilya remasi sepasang gunung kembar Shinta. Dia merangsang Shinta dimana kedua anaknya main didekatnya, sungguh berani penjahat kelamin Arab itu.
Mata Shinta sesekali terbuka, takut-takut Husni atau Puti memergoki mereka, bisa runyam urusan. Shinta membalas ciuman, Om Omar kaget langsung tersenyum mesum senang. Shinta menjulurkan lidah, Om Omar sigap menangkap dengan mulut dan menyemutnya rakus. Lidah Om Omar marathon ke leher Shinta yang jenjang, putih dan harum. Jarinya pun secepat kilat hijrah menelusup masuk celana renang dari bra.
Shinta mendiamkannya, tidak berbuat apa-apa, berharap dengan begitu Om Omar segera puas dan melepaskannya. Sebuah strategi yang salah estimasi. Namun sekali lagi, Om Omar memang kaya pengalaman serta penuh perhitungan. Dia jauhi Shinta cepat-cepat jaga jarak untuk yang kedua kali, membuat birahi Shinta lagi-lagi tanggung.
Benar saja, terdengar suara orang timbul ke permukaan habis menyelam dan teriak girang dengan kata-kata sama, “Yeei, aku dapat!”, kali ini Puti yang berhasil.
“Agh, kesaal!” Husni mengeluh sambil menaruh koin yang didapat sebelumnya ke tepian kolam. “Waaa, sepuluh real.. asyiik. Kak Husniii, ye..ye..ye-ye..ye,” giliran Puti meledek Husni, joget goyang pantat gaya kartun sambil pameri koin.
“Nggak mau-nggak mau-nggak mau.. ayo Pah lempar lagi!”, Husni tidak terima kekalahan dari Adiknya, sungguh seperti anak kecil pikirannya, dia tak sadar Shinta sibuk merapihi pakaian renang yang compang-camping akibat pelecehan Ayah tiri-nya.
Wajah Shinta memerah, nafasnya kembang kempis, ia terangsang. Om Omar sungguh pandai mempermainkan gairah wanita. Shinta yang telah terbiasa diperbudak dan tidak asing dengan perkosaan, nafsunya bangkit oleh cumbuan tidak tuntas tadi. Ia kini malah ingin pelecehan dilanjut lebih jauh.
“Wa Ha Ha Ha.. siapa yang dapat? Uti ya?” Om Omar pura-pura melebur kembali dalam suasana lomba. “iya Pah, lihat deh…!”, dengan bangga Puti memperlihatkan koin yang didapatnya, Husni terlihat iri seperti iri-nya anak bocah lihat kawannya dibelikan mainan dan dia tidak. Puti juga menaruh koin di pinggir kolam agar tangannya maksimal bantu berenang.
“Oke, siap yang berikutnya?” Om Omar memberi aba-aba untuk kembali kumpul. Semua merapat, termasuk Shinta. Setelah koin dilempar, seperti sebelumnya, Husni dan Puti berburu koin, Shinta diburu Om Omar. Meski libido-nya telah ‘On’, Shinta tetap menjaga harga diri. Ia palingkan muka ketika Om Omar ingin menikmati lagi bibirnya. Walau bagaimana pun, laki-laki tua itu adalah Bapak dari sahabat sekaligus tetangganya. Lumrah jika Shinta masih merasa segan dan hormat.
Mulut Shinta habis di‘unyek-unyek’ Om Omar. Lelaki tua itu bernafsu sekali, sampai-sampai Shinta untuk bernafas saja sulit. Leher serta payudara yang tersembunyi di bawah ketinggian air pun tidak di sia-siakan. Shinta terseret arus gairah, tersapu gelombang kenikmatan, tergerus tsunami birahi. Lidah Om Omar menyapu dari dalam air dari sela diantara payudara naik ke atas dagu, serangan birahi itu menjadi sempurna ketika Om Omar merengkuh dan bulu-bulu lebat tangannya menggesek kulit punggung Shinta, sampai membuat Shinta kelepasan dengan suara desahan. Untung saja Puti dan Husni menyelam dan sibuk rebutan koin, jadi perselingkuhan masih aman sampai detik itu.
Seperti sebelum-sebelumnya, dalam hitungan detik tertentu, Om Omar melepaskan Shinta dan membiarkannya terombang-ambing dalam gairah tak tuntas. Manalagi ia harus kembali membenahi pakaian renang yang simpang siur. Terdengarlah teriakan ‘Huraai..’, Husni mendapat koin yang diperebutkan. Kejadian itu terus terulang berkali-kali sampai koin yang didapat Husni maupun Puti menjadi gundukan tinggi.
Lama kelamaan Husni merasa aneh, satu koin pun Shinta tak dapat. Padahal setahunya, Shinta itu pintar berenang, gerakannya pun cepat. Mereka sering balapan dari sisi ke sisi baik Husni maupun Puti pasti kalah. Husni yang polos itu hanya berpikiran kalau Shinta grogi karena kali ini ada Ayah tirinya.
“Shinta..?  kenapa…? kok nggak seperti biasanya? biasanya kamu renang paling cepat?” nggak usah takut ngalahin kita-kita! Asyik aja lagi,kan Papah juga bilang kita bersaing secara sportif!” ujar Husni tidak mengerti masalah sesungguhnya. Shinta ‘no comment!’.
“Iya Kak Shinta, aku kalah juga nggak apa-apa kok. Nggak usah ngalah, nggak seru! YakanPah?.” Puti menambahkan. Om Omar hanya senyum saja. Tentu dia tidak setuju jika Shinta jauh darinya. Senyum itu seolah mendukung pendapat kedua anaknya, namun dalam hati tidak.
“Ayoo.. Papah lempar lagi nih!,” Om Omar berniat pecahkan suasana, ingin Husni dan Puti kembali acuh tak acuh pada Shinta agar bisa melecehkannya lagi.
“Sok lempar Pah!, ayo Shin.. kita uber sama-sama?”, kata Husni yang tumben-tumbenan berani memegang tangan Shinta, bukan hanya Om Omar, Shinta sendiri kaget, dari kecil hingga sekarang baru pernah ia rasakan hal ini. Ajaib!.
Namun tanpa disadari Husni maupun Puti, tatapan Om Omar berubah beringas. Jahanam itu tidak suka kesenangannya direnggut siapapun, tidak terkecuali anaknya. Hanya Shinta yang sadar dan merasakannya, ia seperti sembunyi berlindung di balik tubuh Husni. Om Omar yang sudah mahir bersaing dan bersiasat, mengikuti dulu kemana arah angin berhembus. Dilontarkan segera koin berikutnya jauh-jauh.
Swiiing.. Cemplung!!,
“Ayo-ayo!” Husni mengajak Shinta berlarian di air, sudah dekat, baru mereka menyelam. Pergelangan tangan Shinta terus dipegang Husni, membuat Om Omar tidak berkutik, dia tidak dapat mendekati Shinta barang sedetik pun. Koin itu berhasil didapati Puti duluan lantaran gerakan Husni dan Shinta malah jadi lambat gara-gara berpegangan. Mata Om Omar memerah, cemburu gila! Dia inginkan Shinta.. Shinta pokoknya!!.
Shinta semakin takut, namun anehnya ada sebagian diri yang juga senang diperhatikan seperti itu, seolah dirinya begitu diinginkan laki-laki yang mengincarnya. Meski laki-laki itu sosoknya macam Om Omar yang mukanya kurang lebih saja dengan pemeran Jin di sinetron-sinetron. Semua itu tertutup dengan kharisma Om Omar sebagai pengusaha.. pemilik perusahaan, tetangga rumah yang terkenal paling kaya diantara tetangga-tetangga lain sekitarnya.
“Sudah yuk.. kita ganti permainan!”, Om Omar dapat ide untuk memisahkan kebersamaan Husni dan Shinta.
Om Omar menaruh sisa koin yang belum dilontar ke sisi kolam, lalu dia ambil bola tiup berlogo Dufan yang terombang-ambing di kolam. “Begini permainannya, kita bikin dua kelompok, kelompok satu Shinta dan Husni, kelompok dua Papah sama Puti.”
“Horee!” Prok! Prok! Prok!, Puti bertepuk tangan, senang bisa satu tim dengan Ayahnya, Shinta masih menerka-nerka apa misi bandot Arab ini.
Om Omar menerusi penjelasan, “kelompok satu bertugas lempar tangkap bola, rute-nya cukup dari Husni ke Shinta, lalu Shinta ke Husni, kelompok dua tugas-nya merebut bola. Siapa yang kalah, harus gendong kuda yang menang! Oke ya?”. Husni dan Puti langsung menjawab, “O-keee!,” sebagai tanda setuju.
Mereka semua ambil posisi, Shinta sedikit lega ternyata Om Omar akan menjegal Husni, bukan dia, dia dijaga Puti. Lempar bola pun dimulai, Husni berhasil melempar bola ke Shinta, melewati halang-halangan tangan Om Omar. Puti yang lebih pendek dari Shinta jadi nilai lebih, dengan mudah Shinta menangkap. Tinggal bagian penentu, Husni harus berhasil tangkap bola jangan sampai dijegal Ayah tiri-nya.
Hup!, Shinta melempar tinggi-tinggi, Husni loncat semaksimal mungkin.  Tap! sayang Om Omar tinggi besar dan lengannya pun panjang. Bola itu ditangkapnya. Husni mengeluh kalah, Puti girang dan Om Omar tertawa dengan suara keras khas-nya ‘HAA HA HA HA HA!,’ seperti tawa raksasa. Mungkin saja lemparan pertama Husni sengaja didiamkan, tidak di block Om Omar agar terasa sedikit seru.
“Ayo Uti.. kita nunggang kuda, HAA HA HA HA HA!” Om Omar meledek seakan senang menang bermain.
Pria tua itu menaiki anak tiri-nya, Husni, sedang Puti menaiki Shinta. “Ayo.. Husni, Shinta.. sampai mentok terus kembali lagi kesini lho! kata Om Omar,” Puti bersorak-sorai gembira, Husni sebaliknya, jengkel dengan kekalahan, meski gendong orang di dalam air tidak terasa berat dengan fisik seperti Ayah tirinya sekalipun.
Husni dan Shinta mulai melangkah dalam air, mereka jalan perlahan. Karena Shinta merasa lebih ringan, ia melaju lebih cepat. Tak ada yang tahu diam-diam Om Omar memandangi pantat Shinta di dalam air.
“Ayo Kak Shintaa, semangaat!” ujar Puti. Kata-kata itu berpengaruh pada Shinta, si cantik itu tersenyum dan mulai meninggalkan Husni.
Namun, Gyuut!, sebuah cubitan dirasa bongkah pantat kanannya, (ini pasti Om Omar!), batin Shinta. “Wa-wa..” kaki kanan Shinta yang melengos buatnya tergelincir, ia dan Puti miring, Jbuur!! tercemplung ke dalam air. “HA HA HA HA!”, Om Omar menertawakan itu, Husni ikut tertawa, anggapannya mereka dalam suasana bersenang-senang, dia tidak sadar bahwa ada tindak pelecehan di balik itu yang jadi sebab musabab.
Puti mengusap air di muka dan menghembus air yang masuk ke hidung, Puft!. “Ya-Aah.. Kak Shintaa!”, Puti merengut Bete. Om Omar turun dari Husni yang berhenti jalan lihat Puti seperti itu, sebab semua tahu jika Puti begitu dia bisa nangis dan permainan akan jadi tidak seru lagi.
“Aduh, maaf ya Uti.. Kakak nggak sengaja! terpeleset!” Shinta berdusta demi kebaikan Om Omar, hal yang sangat mulia, melindungi orang yang berbuat tak senonoh pada diri sendiri.
“Iya Uti, Kak Shinta nggak sengaja kok!” Om Omar ikut membela yang sudah seharusnya. (Bagus lo begitu! semua inikansalah lo!), dalam hati Shinta kesal.
“sini Dek.. yuk Kakak gendong!” Husni merunduk di depan Puti, “iya, Uti sama Kakak deh!”, bujuk Om Omar terus agar Puti tak merajuk.
Di doktrin kanan kiri, akhirnya Puti tidak merengut lagi, malah sumringah setelah dengar Om Omar berkata, “Nah.. ituu berarti..Shinta harus gendong Papah, SETUJUU ANAK-ANAK?”.
“Setujuuuu! Hahaha,” prasangka Husni dan Puti ini adalah lelucon mengerjai Shinta.
“HI HI HI HI” Om Omar ketawa geli seakan ini lucu. Untuk Husni dan Puti sih iya, untuk Shinta…? tidak lucu!!. Lelucon buruk!, hal mesum berkedok lelucon.
Dua manusia polos itu tidak tahu maksud tersembunyi Ayahnya. Sedang Shinta.. Oh My God!. Meski sudah setengah jalan, tetap saja ini merupakan siksaan birahi bagi Shinta. Di depan kedua anaknya, Om Omar terlihat ramah dan baik, “tenang Shinta, di air tidak terasa kok berat badanOm!” jelas Om Omar tidak perlu. (Iya, itu sih gw tahu! bukan berat lo yang gw takutin..!! tapi grepehan lo!), keluh Shinta dalam hati.
Hupla!, Om Omar menaiki Shinta berpegangan di pundak. Jantung Shinta mulai berdebar-debar. “Ayo kita berangkat!” Om Omar bergaya seperti politisi atau tokoh-tokoh partai yang maksudnya semangat, padahal bejat.
Husni yang bawa Puti melaju lebih dulu. Setelah agak jauh, dua tanduk di kepala Om Omar keluar, ber-metamorfosis menjadi syetan Omar Kazim. Syetan itu berbisik pada Bidadari Shinta yang cantik jelita, ‘Akhirnyaa.. kuda cantik ini berhasil jadi milik-ku, Heh he he he’. Degh!, jantung Shinta seakan berhenti berdetak.
Di kala Husni asyik main gendong kuda bersama Puti, Ayah tiri-nya asyik melecehkan teman dari kecilnya.
“eMph.. emPh!”, Shinta menutup mulutnya, menahan keluar suara desahannya mati-matian.
Om Omar menangkup payudara Shinta dan meremas gila. Tubuh Om Omar yang tadi mengambang di air kini berdiri di belakang Shinta, pinggulnya bernafsu menyentak-nyentak seakan men-doggy, Shinta terdorong maju ke depan, air di sekitar mereka beriak dahsyat seperti ada pusaran air besar. Mata Shinta terbelalak merasakan besar penis dan buah zakar Om Omar yang lekat di bongkah pantat.
“Shintaa..Shrrp!! Slerrp!! Cup! kamu.. Leph..Leph! jadi simpanan, Shrrp!! Shrrrrp!!Omsajalah? Slerrrrp!!” pungkas Om Omar sambil menciumi Shinta. Dari mulai bagian yang bersemayam di bawah air maupun yang tidak. Mulai dari leher, bahu, pundak, lengan, punggung, tengkuk, telinga, pipi.. semuanya menggiurkan bagi Om Omar, wajib untuk dinikmati dari si cantik Shinta. “Kok air ini jadi manis dan aromanya wangi? Apa karena ada kamu bidadari-ku? He He He He,” cemooh Om Omar dan kembali menciumi Shinta.
Shinta tidak menjawab, ia sibuk berpaling lantaran jijik dengan sapuan lidah yang menjajah tubuh. Jari Om Omar tidak kalah merdeka dibanding lidahnya, puas memainkan bibir vagina dan SekWilDa (Sekitar Wilayah Dada). Sampai kapanpun, Shinta tidak akan pernah berani menepis lantaran masih hormat pada Om Omar, meski bandot Arab itu jelas-jelas melakukan tindak pelecehan seks pada dirinya.
Waktu Husni tiba di tepi kolam seberang sisi start, Om Omar posisikan kembali diri seperti sebelumnya, hingga ketika Husni bertolak balik dia terlihat suci. Betapa liciknya bandot itu. Sedang Shinta harus kembali menekan libido yang sudah naik, atur nafas yang Senin-Kamis serta memasang wajah biasa, bukan wajah terangsang.
Puti dan Husni hanya tertawa dan melambai pada Shinta dan Ayahnya ketika berpapasan, sejenak Om Omar jadi Malaikat suci dengan pasang muka ramah murah senyum. Namun belum sampai ujung, sementara Husni dan Puti sudah setengah jalan mau sampai ke tempat start, tanduk yang tadi masuk sembunyi di kepala keluar lagi.. dan Om Omar pun berubah kembali menjadi ‘Malaikat Kegelapan’.
Om Omar memutar tubuh Shinta dan berbisik, ‘sudah..tidak perlu sampai ke tepian, ikuti sekedarnya saja permainan bodoh ini. Semua hanya akal-akalan Om agar bisa berdekatan dengan kamu, Shinta! Ha ha ha ha’, Shinta putus asa mendengarnya. Ia yakin, sepertinya hari ini adalah awal petaka yang pasti akan berkelanjutan di kemudian hari. Ia sadar, dirinya menghadapi masalah yang tidak mudah. Ia tahu, dirinya tidak akan dilepas begitu saja sebelum Om Omar mendapat apa yang diinginkannya.
Sekembali mereka, sebelum Husni dan Puti tiba di tempat semula, Om Omar mengulangi perbuatan tercelanya, dan Shinta hanya bisa diam.. pasrah menahan gairah yang berontak di dalam tubuh ingin merdeka.. ingin sang Dewi pemilik meluapkannya sehingga tak lagi menderita.
“Ayo Shintaa.. kamu bisaa!” teriak Husni menyemangatkan. Tentu saja Om Omar telah berjaga-jaga mengubur kelakuan busuknya saat itu. Dia melambai seakan baik-baik saja dan sebagai pesan ‘tunggu kami’, pada kenyataannya Shinta tidak baik-baik saja.
Ketika sedikit lagi mau sampai, sempat-sempatnya Om Omar bertipu muslihat, “Husni.. Puti.. mana bola-nya?!” Om Omar menunjuk bola itu maksudnya minta diambilkan. Dan tatkala perhatian kedua anaknya teralih rebutan ambil bola, saat itu juga Om Omar yang masih di belakang Shinta menyelam dan dengan gerak cepat menarik turun celana renang Shinta sebetis, terus ditarik paksa lolos dari kaki. Shinta terjerembab ke dalam air, ia pun panik mencari celana renang-nya.
Untung Arab mesum itu hanya berniat melepas, bukan mencomot lalu dicampakan ke dekat Husni atau Puti. CD itu masih ada di dekatnya, baru mau naik ke permukaan, Shinta lekas menangkap dan mengenakannya sebelum kepergok Husni atau Puti. Om Omar melontar senyum remeh lantaran begitu mudah Shinta ditelanjanginya tanpa perlawanan.
“Sudah? yuk kita main lagi!” ujar Om Omar pada Husni dan Puti yang masih asyik rebutan bola, agar siap kembali main.
Sebelum mulai, Om Omar memberi pengarahan baru, “nah, sekarang Papah sama Uti lempar tangkap bola.. Husni dan Shinta yang nge-block, oke?!”. Anak-anaknya kembali kompak menjawab, “O-keee!,” sebagai tanda setuju.
Husni menyela, “Oya Shinta..kamu jaga Papah ya!, biar Puti aku!”.
“lho.. ke-kenapa? Aku..aku sanggup kok jaga Puti!” Shinta keberatan, pikir Husni, Shinta hanya sungkan, tapi bagi Shinta bukan, ini potensi terjadi pelecehan.
“Biar lebih pasti kita menang, tinggi-ku cukup untuk block Uti. Kamukanlebih tinggi dari aku, pas buat jaga Papah..”
Shinta ingin cari alasan menolak kontak langsung dengan Om Omar, namun usahanya mentah, “Tapi.. tapi Husni,”.
“Wah-wah…pemikiran yang bagus itu! Ide brilliant, analisa masalah lalu meng-aplikasi solusi. Ayo kita coba saja, Papah tidak takut sama cara kamu itu Husni. Kemarikan bola-nya! Eh, tidak-tidak.. mulai dari Uti dulu!.” Om Omar langsung main serobot, mematahkan harapan Shinta untuk jauh dari cengkramannya, Shinta pun putus harapan.
Semuanya sudah pada posisi masing-masing kecuali Shinta, cuma dia yang galau berdiri di tengah kolam. “Ayo Shinta.. tunggu apa lagi?!”, kata-kata Om Omar terdengar seperti perintah, Shinta langsung patuh begitu ingat tas miliknya yang ditawan pria tua itu.
“Ya’, Uti.. ayo lempar ke Papah!” teriak Om Omar, posisi Shinta yang membelakanginya jadi santapan empuk ke-isengan tangan. Kadang diremas, kadang dicubit, kadang ditepuk bongkah pantat, kadang ditarik turun celana renang.. habis Shinta dilecehkan.
“lempar apa, Kak Husni curang!” keluh Puti, karena baru mulai Husni sudah semangat berdiri di depannya dengan tangan menghalang-halangi mata dan gerak bola.
“Husnii,kanbaru mulai.. jaga jarak dulu dong dengan Adik-mu!” Om Omar protes, seakan dia juga terbuai oleh asyik permainan dan ingin menang. Padahal hanya skenario bertajuk ‘Shinta’ alasan dia senang permainan ini.
Husni menggerutu dengan suara kecil seakan Ayah tirinya tidak adil membela Puti. “Oke Paah, siap yaa?!” teriak Puti penuh semangat.
“Yoo!!” sahut Om Omar sambil diam-diam mencubit gemas pipi pantat Shinta. Jika Husni dan Puti ‘ngeh’, pasti mereka akan melihat tubuh Shinta plentat-plentot lantaran dikerjai terus menerus tangan jahil Om Omar.
“Ya!’, Puti berhasil melambungkan bola tinggi-tinggi, Husni terlihat kesal gagal mem-blokir. Shinta tegang, ia tak tahu apakah diberi izin rebut bola atau tidak karena lemparan Puti sebenarnya cenderung melenceng ke arahnya, meski lengan panjang Om Omar mampu menggapai.
Ulah jahil Om Omar tanda untuk Shinta, belakang tubuh Shinta dari leher ke pinggul dengan jari tengah disentuh vertical. ‘Emh!’, Shinta mendesah sepelan mungkin agar tak terdengar Puti dan Husni, dari wajah, sudah kelihatan sekali kalau libido gadis kelahiran Bandung itu meledak di dalam tubuh, pipi wajahnya yang putih, kemerahan. Om Omar menyeringai menang.
Tap!, bola ditangkap Om Omar, Husni merasa Shinta lengah. Takut ekspresi wajah terangsangnya diketahui Husni, Shinta lekas balik badan. Ia pun berhadap-hadapan dengan Om Omar, jantungnya berdetak kencang.
“Puti tangkap!”, Om Omar seperti buru-buru melempar, Shinta belum tahu mengapa.
“Eit, dapaat! Haha.” Betapa senang Husni berhasil merebut bola itu. Puti yang manja mengeluh, “A-aa.. Papah gimana sih, lemparnya kurang kencaang!”.
“Oya? Ha Ha Ha Ha..maaf ya, Ha Ha Ha Ha” Om Omar malah ketawa cengengesan saja. Shinta merasa lega, pikirnya, syukur sementara bisa terhindar dari pelecehan dan cumbuan permainan.
“Bodo’ ah, Uti nggak mau gendong siapa-siapa!”, ababil itu bisanya mengeluh.
“Lho.. kok Uti begitu?!” Om Omar seakan tidak setuju dengan sikap anaknya yang ababil itu.
“Adek curang, wek! Adek curang, wek!.” Husni meledek bertingkah seperti anak kecil. “Biarin! wek! Biarin! wek!”, Uti juga terus bersikap layaknya ababil.
“Ya sudah, Papah ngalah.. biar Husni dan Shinta, Papah yang gendong!”, JELEGER!!, Shinta bak disambar petir di tengah hari bolong. Ternyata itu visi misi Om Omar. Semua terkecoh.
“Hore-horee, asyik!” Husni malah girang dan langsung lompat menerjang punggung Ayah tirinya. Sedang otak Shinta sibuk mencari alasan yang tepat untuk menolak.
“Ayo Shinta, ini Om kasih pinjam pundak kiri untuk pegangan!”.
“mau-mau-mau..”, malah Puti yang menjawab dengan semangat, dia langsung gelendot manja di pundak kanan Ayahnya.
Sementara Shinta, “Ngg.. Ngg”, berfikir keras bagaimana cara menolak yang halus. “Ayo Shinta..tunggu apa lagi? kereta mau berangkat nih, Tut Tuut.. Jes Jes!”, Om Omar meniru suara kereta, kedua anaknya yang polos itu malah ikut-ikutan.
“Ngg, udah.. aku nggak usah ikutOm, nggak apa-apa!” Shinta coba menghindar.
“Yaah, Kak Shinta nggak asyik orangnya! Kenapa sich?,” Puti menagih alasannya.
“Iya nih, Shinta kenapa sih? Papah baek kok, nggak galak!” timpal Husni. (Iya baek.. tapi suka memek!), keluh Shinta dalam hati. Tapi yang terjadi ia hanya diam saja di demo kanan kiri.
“Shinta..tidak perlu sungkan sama Om! Kitakansudah bertetangga dari kamu dan Husni kecil, sudah kenal lama.. yuk, sini!” kata Om Omar sembari menepuk sendiri pundak kirinya, namun tatapan matanya seperti Bos yang tidak suka dibangkang anak buahnya, itu yang membuat Shinta takut dan jadi ikut acara ‘tak gendong kemana-mana’ ala Om Omar.
Melihat Shinta yang canggung, takut, sungkan dan bingung.. Om Omar tahu dan segera memandu calon budak seks-nya itu, “tangan kanan Shinta di pundak Om! ya.. gitu, nah tangan kirinya pegangan di tangan kiri Om nih!” suruhnya sambil merentangkan tangan.
Setelah Shinta masuk dalam jaring perangkap, baru Om Omar melaksanakan rencana liciknya, “ayo kita berangkat!, Jes Jejes Jejes,” Om Omar menirukan lagi suara kereta sambil mulai melangkah di dalam air. Puti dan Husni kesenangan dan ikut meniru suara Ayahnya.
Di balik keceriaan Husni dan Puti, Shinta menderita disiksa birahi. Jari tangan Om Omar rupanya menyelinap celana dalam renang Shinta dan memainkan vagina-nya. Sesekali di celup satu buku-buku jarinya yang sebesar pisang ambon. Untunglah Husni lebih banyak tertawa dan bercanda main siram-siraman air dengan Puti, sehingga perhatiannya tersita. Om Omar juga tertawa seakan senang lihat candaan kedua anaknya. Padahal tawa itu lantaran leluasa ‘mengkobel-kobel memek’ Shinta.
Dengan bodoh Husni juga menyiprati air ke wajah Shinta, niatnya mungkin baik ingin ajak Shinta bercanda agar tidak tegang dan grogi dekat Ayah tirinya. Namun akibat dari itu, Shinta yang ingin gunakan sebelah tangan untuk menahan tangan cabul agar tidak keterlaluan, terpaksa dipakai menyapu air di wajah agar dapat bernafas. Tanpa sadar, aksi Husni malah jadi nilai plus bagi Om Omar sang Ayah tiri untuk mengerjai sahabatnya.
Terkadang jika Husni dan Puti lengah, Om Omar melontar tawa ke arah Shinta, tawa itu berubah jadi tawa menyebalkan, “Fu Fu Fu Fu!,” dibarengi ekspresi wajah licik. Sialnya kedua hal itu hanya diketahui Shinta. Dan pada akhirnya, Om Omar menusukkan jari sebesar pisang Ambonnya ke vagina Shinta dalam-dalam, tapi sambil membuang tawa ke Husni dan Puti yang asyik bercanda. Kalau sudah begitu, Shinta terpaksa menutup mulut menahan desah kenikmatan mati-matian.
Tiba di tepi seberang tempat bertolak, Om Omar minta semuanya melepas pegangan mereka. Tubuh tambun tinggi besarnya berbalik arah, air sekitarnya sampai bergolak. “bagi-bagi rejeki,” kata Om Omar, kedua anaknya cuek karena tak mengerti maksud omongan tersebut. Namun bagi Shinta itu ‘sesuatu’ yang ia ketahui maksudnya ‘tadi obok meki jari kiri, sekarang jari kanan’.
What a nasty situation!
Dari ujung ke ujung hanya merupakan siksaan birahi bagi Shinta, mana kala bandot Arab itu sesekali mencabut jarinya dari liang vagina lalu diemutnya sambil menatap seolah berkata, ‘Cantik! memek-mu sudah kucicipi, segera kau akan kumiliki agar setiap saat tubuhmu dapat kunikmati’, tentunya tanpa ketahuan Husni dan Puti.
“Nahh, sampai juga.. yuk, kita main lagi?,” ajak Om Omar pada semua dengan wajah tak berdosa, semua pun bersorak setuju kecuali Shinta. Sebelum harus ikhlas melepas Shinta, sempat-sempatnya Om Omar menancapkan dalam-dalam jari tengah besarnya ke dalam vagina Shinta, sampai-sampai kaki si cantik itu mengapitnya lantaran enak.
“sekarang ganti, Husni dan Shinta yang lempar tangkap bola!” seru Om Omar lagi. Husni dan Puti semangat balik ke posisi masing-masing, hanya Shinta yang gerak lamban serasa malas. Bagaimana tidak..? game ini tak lain hanya mempermainkan dirinya! gairahnya.
Husni menyiapkan bola, “Shinta..siap ya?!” teriak pemuda itu.
“eM!” jawab Shinta singkat dengan anggukan.
Tass!! bola dilontar Husni, Tap! Shinta yang lebih tinggi dibanding Puti tidak alami masalah pemblokiran Puti dalam menangkap bola.
Twiing!!, Shinta mengembalikannya ke Husni, bola melambung tinggi tapi akurat dengan kombinasi tingkat laju kecepatan bola. Om Omar sampai lompat mundur dan, BRAK!! meniban Husni, Cepyarr!! dan mereka pun bertumpukan masuk ke dalam air. Puti dan Shinta tertawa melihatnya.
(Rasain! kualat lo!), batin Shinta menyukuri Om Omar.
Puah.. Hah..Hah!, Husni dan Om Omar sama-sama memburu nafas setelah naik ke permukaan. Namun Husni memegangi pergelangan tangan kirinya dengan mimik kesakitan. “kenapa Husni?”, Om Omar sok-sok perduli.
“tadi waktu ketiban dan terhempas, tanganku sepertinya membentur tepian kolam.”
“ya ampun, mana coba lihat! wah.. ini terkilir Husni, lekas ke tukang urut langganan kita! minta antar ‘Mak Odah ya..! dia tahu tempatnya. Puti, temani Kak Husni yah!” Om Omar mengatur siasat.
“Aku juga ikutOm!” potong Shinta, prihatin pada Husni sekaligus ingin selamatkan diri, namun bukan hal mudah.
“Shinta kalau masih mau berenang, berenang aja..Om juga masih mau berendam!”. DUAR! Shinta mencium rencana busuk, pikirnya jangan-jangan ini kecelakaan yang diatur. Kalau benar, dia orang yang kejam, kebaikannya pada Husni selama ini palsu.
“Iya Shinta, nggak apa-apa..kankatanya kamu kepanasan di rumah. Paling nanti sebentar aku balik kok. Berenang aja, anggap rumah sendiri” Husni berpikir bodoh, siapapun akan sungkan keadaan begini, ditinggal berdua dengan orang tua teman, manalagi wanita.
“Betul Shinta, kita bisa bicara rencana masa depan kamu.. menurut Husni sayang gadis sepintar dan secantik kamu harus nganggur terus menerus!”. (Ini sih alibi loe ajaOm!), Shinta membatin, namun ia tak dapat berbuat banyak. Tas masih jadi sandera.
“Husni, maafin Papah ya!”, Om Omar pasang muka Malaikat.
“Iya Pah, nggak apa-apa..kanmusibah kecil namanya.” Dengan senyum tulus Husni mengabuli permintaan maaf Ayah tiri-nya. Entah bagaimana jika dia tahu ini sengaja. Shinta merasa aneh Husni ini, kadang dewasa kadang seperti anak kecil.
“Ya udah Kak.. Uti tinggal dulu ya?,” pamit Puti melambai pada Shinta. Shinta tidak punya pilihan selain membalas lambaian, dalam hatinya, (selamat tinggal kebebasan, selamat datang penderitaan).
“Uti, tadi ‘Mak Odah Papah suruh.. kalau nggak ada berarti belum datang. Bilang aja uang kembalinya untuk upah tukang urut, kalau kurang talangi dulu. Nanti diganti sekalian sama ongkos Bajaj-nya.. yah?”.
“Iya Pah, yuk Kak!” Puti merangkul Kakak tiri-nya. Husni men-dadah Shinta dengan tangan satunya. Dilihat Shinta tangan Husni agak memar dan berdarah, ia memang sempat melihat tragedi yang berlangsung depan matanya itu. Ia merasa kasihan. Tapi dipikirnya lagi, ini bukan waktu untuk khawatir pada orang lain, dirinya pun terancam. Entah apa yang akan dilakukan Om Omar setelah ini.
Sebelum benar-benar jauh pergi, Husni berkata, “Oh iya.. Shinta, koin-koin itu untuk kamu aja. Lumayan, dibanding kamu jual permen untung berapa. Ya, ambil aja!, nanti aku antar ke tempat valas tukar uang langganan Papah kalau aku udah sembuh. Oke?” pungkas Husni dengan senyum tulus, Shinta haru karenanya, kondisi sakit tapi masih perhatian padanya. “Iya Kak Shinta, ambil juga punyaku yah!” timpal Puti juga dengan senyum. Lalu mereka kembali jalan, Shinta sama sekali tidak balas menyahut sepatah katapun, dadanya serasa sesak lantaran haru oleh kebaikan Adik Kakak itu.
Wajah Shinta putus asa melihat Husni dan Puti kian jauh dari pandangan. Kesimpulan Husni, Shinta hanya merasa kikuk ditinggal berdua Ayah tiri-nya yang harapan dia kelak bisa jadi Ayah mertua bagi Shinta. Namun tidak demikian arti mimik wajah Shinta.
Begitu Husni dan Puti lenyap ke balik tembok, kengerian yang ditakuti datang. Om Omar yang dari tadi memperhatikan Husni karena tangannya sakit seolah ‘sayang’, kini menoleh pada Shinta. Senyumnya mengembang, senyum licik, mesum, jahat dan menang. Tega-teganya dia lukai anak tiri-nya hanya untuk mengerjai seorang wanita. Begitu penuh tipu daya orang tua ini pikir Shinta. Entah sudah berapa banyak wanita cantik dia tiduri, dijadikan budak seks dan ditelanjangi harga dirinya. Shinta tahu dia target berikutnya.
“Shinta..akhirnya hanya ada kamu danOm.Dunia milik kita berdua. Pengganggu sudah disingkirkan, Heh he he he” Shinta reflex menutupi organ-organ yang ditatapi nanar Om Omar, jadi benar Husni sampai begitu karena rencana busuknya. Puti anak kandungnya sendiri pun juga dianggap pengganggu, gila!!.
Om Omar berjalan perlahan mendekati Shinta dengan senyum menjijikannya, Shinta tidak bisa apa-apa selain bergerak mundur. Suara bajaj di depan rumah serta suara gesekan pintu gerbang, bagaikan musik di telinga Om Omar.
Artinya, Husni..Puti dan pembantu rumah mau berangkat. Di rumah itu hanya tinggal mereka berdua.OmOmar.. dan Shinta

Sabtu, 15 Februari 2014

Artikel Tentang Microsoft Office PowerPoint 2007

1.Pengertian Microsoft PowerPoint
Microsoft Power Point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun
sebuah presentasi yang efektif, professional, dan juga mudah.
2.Manfaat Microsoft PowerPoint
Manfaat Microsoft PowerPoint dalam presentasi adalah sebagai berikut:
-materi yang disampaikan menjadi lebih menarik
-materi yang disampaikan mudah di mengerti
-materi yang disampaikan jelas
-membantu dalam pembuatan
slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan slide yang dinamis,
termasuk clip art yang menarik, yang semuanya itu mudah ditampilkan di layar
monitor komputer.
3.Cara membuat slide PowerPoint
1. New Blank Presentation
Langkah – langkah yang dapat dilakukan dalam membuat slide :
a) Membuat text
1) Membuat judul
Klik pada tulisan “Click to add title” lalu ketikkan judul presentasi
2) Membuat textbox pada click to add text
_ Klik icon
_ Klik pada bagian dari slide yang ingin ditambahkan tulisan
3) Menggunakan Bullet and Numbering
_ Klik area textbox yang ingin menggunakan Bullet and
Numbering lalu klik Format > Bullets and Numbering > pilih
yang akan digunakan
_ Bila telah selesai maka klik di luar area textbox
4) Membuat WordArt
_ Klik Insert > Picture > WordArt atau cari icon Insert WordArt
pada Drawing Toolbar
_ Pilih 1 model kemudian klik OK
_ Muncul kotak dialog seperti gambar 3 di bawah ini, lalu ketikkan tulisan yang diinginkan lalu klik OK
b) Menampilkan gambar
1) Klik Insert > Picture lalu pilih Clip Art bila gambar yang ingin
digunakan adalah gambar yang disediakan oleh Microsoft Office atau
pilih From File bila ingin menggunakan gambar koleksi pribadi
(untuk memilih akan muncul kotak dialog open kemudian cari lokasi
filenya sampai ditemukan filenya)
2) Atur sesuai keinginan lalu klik di bagian lain slide yang tidak ada
gambar tersebut
c) Memberikan Background
1) Klik kanan pada bagian slide yang kosong
2) Pilih Background
3) Muncul kotak dialog
_ Pilih More Colors dengan menklik drop down untuk mengatur
warna yang diinginkan
_ Pilih Fill Effect dengan menklik drop down untuk mengatur efek
yang diinginkan dengan memilih pola gradient/texture/pattern
yang diinginkan
4) Pilih Apply untuk memberi background pada 1 lembar slide yang
sedang dipilih itu saja atau Apply to All untuk memberi background
pada seluruh slide
d) Menambah Slide Presentasi
1) Klik icon pada formatting toolbar
2) Pilih salah satu tipe slide yang diinginkan
e) Menghapus Slide Presentasi
1) Pilih Slide yang akan dihapus dengan cara mengklik slide tersebut
pada Outline Slide
2) Tekan Delete pada Keyboard
f) Memberi Animasi
1) Klik kanan text atau objeknya
2) Klik Custom Animation
3) Pilih effects untuk memberikan animasi pada text atau objek yang diinginkan
g) Menambahkan Slide Transition
1) Klik bagian slide di luar textbox lalu klik kanan pilih Slide Transition
atau klik Slide Show pada Menu Bar lalu pilih Slide Transition
2) Lalu pilih jenis yang diinginkan pada tiap slide
3) Sesuaikan komponen lainnya seperti pada pemberian animasi
h) Membuat tabel
1) Klik Insert pada Menu Bar lalu pilih table
2) Isikan jumlah baris dan kolom tabel yang akan dibuat pada kotak dialog yang muncul
3) Untuk melakukan pengesetan lebih lanjut terhadap tabel yang ada
dapat dilakukan dengan men-“double click” tabel tersebut atau
mengklik kanan pada bagian garis tabel tersebut dan memilik
“Borders and Fill”
i) Membuat diagram
1) Klik Insert pada Menu Bar lalu pilih chart
2) Secara otomatis akan nampak tampilan
3) Perubahan terhadap nama, jumlah, maupun data-data lain hanya
dengan mengganti isi dari tabel pada Datasheet tersebut dan secara
otomatis diagramnya akan ikut berubah mengikuti data pada tabel
Datasheet
4) Bila sudah selesai klik di luar area Datasheet maka akan diperoleh
grafik yang diinginkan (untuk mengeditnya kembali dapat dilakukan
dengan me-“double click” diagram tersebut)
5) Untuk melakukan pengaturan lainnya dapat dilakukan dengan mengklik
kanan bagian-bagian diagram sehingga tampilannya akan dapat
disesuaikan sesuai keinginan
_ 3D View (untuk mengatur posisi chart secara keseluruhan)
_ Chart Type (untuk mengatur jenis diagram yang
diinginkan)
_ Chart Option (untuk pemberian nama sumbu, legenda,
label)
j) Menambahkan file video
1) Klik Insert pada Menu Bar lalu klik Movies and Sounds lalu pilih
yang diinginkan
2) Setelah memilih file maka akan keluar kotak dialog apakah ingin
movie langsung dijalankan atau harus di klik terlebih dahulu maka
pilihlah sesuai kebutuhan
k) Membuat Hyperlink
1) Klik kanan bagian yang ingin di Hyperlink lalu pilih Hyperlink
2) Isikan alamat tujuan yang ingin dituju
l) Menampilkan Slide (Slide Show)
1) Klik icon Slide Show
2) Hasil slide-slide yang telah dibuat akan ditampilkan sesuai dengan
apa yang telah diatur
3) Untuk keluar dari Slide Show tekan End Show
4.Menu Dalam Microsoft Office PowerPoint
_ Menu Bar : Daftar menu yang masing-masing terdiri dari beberapa perintah
_ Standart Toolbar : Tools untuk menangani file, menyisipkan objek baik
gambar atau grafik
_ Formatting Toolbar : Tools yang terdiri dari item yang berhubungan
dengan pengaturan huruf atau tulisan
Slide Sorter View : Menampilkan keseluruhan slide di layar kerja dalam
bentuk ukuran kecil
_ Slide Show : Menampilkan tayangan sebuah slide
_ Drawing Toolbar : Tolls yang terdiri dari item yang berhubungan dengan
pembuatan ataupun pengaturan gambar
B. Manipulasi Teks dan Gambar
1. Draw : Mempermudah penempatan dan pengorganisasian objek,
misalnya dalam melakukan grouping, ordering, rotate, text
wrapping, dll
2. Select Object : Melakukan pilihan terhadap obyek tertentu
3. AutoShapes : Menyediakan berbagai macam pilihan bentuk yang dapat
mendukung penyajian presentasi seperti callouts, basic
shape, lines,stars and banners, dl
4. Line : Menggambar garis
5. Arrow : Menggambar tanda panah
6. Rectangle : Menggambar bentuk persegi
7. Oval : Menggambar bentuk oval atau lingkaran
8. Text Box : Membuat serangkaian text
9. Word Art : Membuat efek-efek text yang menarik baik dalam bentuk
2D maupun 3D
10. Insert Clip Art :Menambahkan gambar ke dalam materi presentasi yang
sedang dipersiapkan, baik berasal dari default Powerpoint
maupun dari file yang kita punya
11. Fill Color : Memberikan pewarnaan terhadap suatu objek tertentu
12. Line Color : Memberikan pewarnaan terhadap garis tepi dari suatu
objek
13. Font Color : Memberikan pewarnaan terhadap text yang diseleksi
14. Line Style : Memberikan pilihan ketebalan (dalam ukuran point)
terhadap model garis yang dipakai
15. Dash Style : Memberikan pilihan terhadap mode garis yang dipakai
16. Arrow Style : Memberikan pilihan terhadap mode arrow yang dipakai
17. Shadow : Memberikan efek bayangan pada objek yang diseleksi (tidak untuk text)
18. 3-D : Memberikan efek 3 dimensi pada objek yang diseleksi
(tidak untuk text)

Kamis, 23 Januari 2014

TIPS BERMAIN DEWA POINT BLANK

Tentu teman2 pernah mainin game perang2an alias tembakan2 kan??? ya, salah satu yg paling populer adalah POINT BLANK. Point Blank adalah game strategi seperti CS (Counter Strike) dimana kita menjadi komando dari tim kita. Dalam Point Blank tidak beda jauh dengan CS. Tembak-menembak dan memasang bom(planting a bomb) menjadi tugas utama dari permainan ini. Di Point Blank kita juga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Polisi ( Blue Team) dan Teroris (Red Team). Tugas Utama dari seorang polisi (Blue Team) adalah menjaga daerah yang menjadi sasaran pemasangan bom bagi Teroris (Red Team) untuk Bomb Mission. Atau juga bisa dengan cara paling banyak membunuh (Kill). Sama seperti Tentara atau Militer yang biasa bekerja dengan senjata. Untuk menembak musuh, ada titik penting di mana titik tersebut adalah titik Critical (Jantung atau Kepala). Point Blank juga sama. Tetapi di Point Blank, titik Critical tersebut hanya ada di kepala saja..


Jika kita bisa menembak musuh di bagian kepala dengan tepat, maka kita tidak perlu menghabiskan peluru terlalu banyak atau untuk re-load juga. Saya akan membagikan trik agar Anda para pecinta Game Point Blank sejati dapat meningkatkan Rate Headshot dan kill rate. Berikut adalah beberapa triknya:
Trik menaikkan Headshot Rate dan kill rate Point Blank.
  1. Usahakan agar tetap tenang dan jangan kaget ketika musuh tiba-tiba datang.
  2. Tetap percaya diri kalau kamu bisa membunuh musuh kamu.
  3. Jangan sampai ketika kamu sudah yakin akan membunuh musuhmu, mouse bergerak /goyang karena kamu gugup.
  4. Usahakan untuk selalu mengincar/berfokus pada kepala lawan.
  5. Senjata yang saya sarankan adalah tipe MP7. Karena tingkat akurasinya tinggi. –>
  6. Ganti bentuk fokus senjata dengan sebuah titik atau + dengan titik kecil di tengahnya Karena itu dapat sangat membantu agar Anda berfokus di kepala lawan. Cara menggantinya (pada saat permainan sudah dimulai ), tekan Esc lalu klik Option dan ubah pengaturan titik fokus senjata menjadi sebuah titik seperti di bawah ini.
  7. selalu siaga. jangan mukul2 tembok pake pisau kalau lagi jalan, jangan geleng2 (kaya orang gila), jangan liat langit (ga ada burung), jangan chatting yg ga penting.
  8. saat bergerak usahakan titik target berada pada tinggi yg sama dengan kepala. karakter point blank tinggi badannya sama (kalau pun beda paling cuma beberapa cm) jadi kalau musuh tiba2 muncul dari balik tembok atau pintu kamu lebih siap. kepala musuh otomatis masuk jalur tembak jadi sekalipun kamu kaget kemungkinan headshot masih sangat besar.
  9. senjata yg disarankan adalah kriss atau mp7 yg memiliki akurasi tinggi dan juga spectre yg memiliki peluru lebih banyak jadi kesempatan mendapat headshot lebih besar
  10. yg paling penting latihan jangan pernah menggunakan cheat karena skill dan pengalaman hanya bisa didapat dari keadaan yg sulit. cheat hanya untuk bocah, kalian yg udah dewa atau mau punya skill dewa harus menjauhi cheat. inget gan pas lagi kompetisi pasti ketahuan sapa yg cupu sapa yg dewa.
  11.  bermainlah pada saat kondisi badan fit. jangan maksain main klo ngerasa capek atau pusing. point blank membutuhkan tingkat konsentrasi yg tinggi.